Awalnya, Hayam Wuruk hendak menikahi putri Raja Sunda yang bernama Dyah Pitaloka.
Rombongan Kerajaan Sunda pun datang ke daerah Bubat untuk mengantarkan Dyah Pitaloka.
Namun, Gajah Mada mengambil keputusan sepihak yang menyatakan bahwa Dyah Pitaloka hanyalah berstatus upeti dari Kerajaan Sunda untuk Majapahit.
Mendengar hal itu, Kerajaan Sunda menolak dan marah, hingga akhirnya terjadi pertempuran yang tidak seimbang dan memakan banyak korban.
Setelah Hayam Wuruk meninggal, Majapahit dipimpin oleh Wikramawardhana yaitu menantu Hayam Wuruk, dari tahun 1389 – 1429.
Namun keputusan ini ditentang oleh Bhre Wirabhumi, putra Hayam Wuruk sendiri.
Hingga akhirnya, terjadilah perang saudara yang disebut dengan Perang Paregreg pada tahun 1404.
BACA JUGA: Tidur dengan Lampu Menyala Ternyata Berbahaya Bagi Kesehatan, Ini Dampaknya
Perang ini pun menyebabkan banyak kerugian bagi kerajaan dan rakyatnya.
Banyak daerah kekuasaan Majapahit di luar Jawa yang melepaskan diri.
Sejak saat itu masa Kejayaan Majapahit pun berangsur menurun, diambang keruntuhan.
Sepeninggal Wikramawardhana, Majapahit dipimpin oleh putrinya, Ratu Suhita.
Karena Suhita tidak memiliki putra mahkota, ia kemudian digantikan oleh adiknya, Kertawijaya atau Brawijaya I.
Setelah itu, Majapahit silih berganti dipimpin oleh Brawijaya II sampai Brawijaya VII.