Apalagi itu terjadi pada dunia pendidikan yang pada intinya untuk membentuk karakter anak didik.
Sekarang tinggal bagaimana para pemimpin daerah ini mensikapi itu.
Jika memang ini dianggap hal serius, maka lakukan apa yang telah Walikota Bogor Bima Arya lakukan.
Saya yakin dan percaya, gubernur, wali kota dan bupati se Provinsi Lampung bisa mengambil langkah untuk memberantas kecurangan ini.
Caranya bentuk tim verifikasi dan membuka posko pengaduan terhadap indikasi kecurangan yang ditemukan.
Untuk lebih memudahkan tim bekerja, hanya memverifikasi siswa yang alamat KK-nya tidak sama dengan orang tua kandungnya.
Ini bisa dilihat dari status hubungan anak dengan kepala keluarga yang dalam KK itu.
Jika di KK anak berstatus famili, cucu, keponakan maka itu patut dicurigai.
Apalagi orang tua kandung yang bersangkutan tinggal dalam satu wilayah.
Libatkan perangkat kelurahan, RT, tetangga untuk memastikan apakah siswa yang bersangkutan menetap di alamat dalam KK dalam satu tahun terakhir. Mudahkan?
Ambil contoh di SMA Negeri 2 dan SMA Negeri 9. Kedua SMA fovorit ini mendapat jatah merekrut sebanyak 346 siswa/i untuk 10 kelas.
Melihat jumlah itu, siswa yang diterima melalui jalur zonasi sedikitnya 173 siswa.
Maka, tidak perlu memverifikasi semuanya. Seleksi pertama adalah status calon siswa yang bukan anak kandung. Kedua, masuk dalam KK itu di bawah dua tahun.
Lalu KK yang memenuhi dua kriteria itu baru dilakukan verifikasi lapangan. Saya yakin dua hari cukup untuk melakukan verifikasi itu.
Selanjutnya untuk jalur prestasi. Verifikasi cukup hanya dilakukan sample saja. Jadi, tidak semua piagam atau sertifikat calon siswa diverifikasi.
Juga bisa terjadi kesalahan dalam menginput data, termasuk poin-poin yang didapat dari pretasi non akademik siswa.