RADARLAMPUNG.CO.ID - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, menunda vonis terhadap mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung Sahriwansah cum suis (cs).
Sejatinya, jadwal vonis terhadap Sahriwansah digelar pada Kamis 14 September 2024.
Namun persidangan untuk Sahriwansah dan dua mantan anak buahnya, Haris Fadillah mantan Kabid Tata Lingkungan dan Hayati mantan Bendahara DLH, ditunda.
Ketua Majelis hakim Lingga Setiawan mengatakan, majelis hakim belum bulat satu suara untuk menjatuhkan Sahriwansah dan dua mantan anak buahnya.
BACA JUGA:Keren, Mahasiswa Unila Raih Juara 1 Lomba Poster Medical Veteran Competition
"Majelis hakim belum tahap ketetapan bulat. Kita masih bermusyawarah. Setiap hari kita musyawarah," kata Lingga.
Bahkan, musyawarah dilakukan hingga hari ini, namun tiga hakim itu belum sepakat.
"Sampai hari ini kita belum mencapai titik akhir. Sesuai prinsip majelis hakim bermusyawarah untuk mendapatkan putusan," sambung Lingga.
Majelis hakim, kata Lingga, akan menunda persidangan hingga pekan depan pada Kamis 21 September 2033 mendatang.
BACA JUGA:Unila Selenggarakan The 4th ULICoSS dan ULICoSTE 2023
"Mudah-mudahan dalam satu Minggu bisa mendapat keputusan bulat satu suara," tandasnya.
Kuasa hukum Haris Fadillah, Hendri Ardiansyah mengatakan, pihaknya siap menunggu vonis terhadap kliennya.
Ia menduga putusan itu terdapat dissenting opinion atau perbedaan pendapat antara majelis hakim, sehingga berbeda suara.
"Ya kita tunggu saja, namanya rapat majelis hakim, belum klop mungkin ada dissenting opinion," ucapnya.
Ia berharap agar putusan tersebut sesuai fakta persidangan.
Soal pengembalian uang kerugian negara, Hendri Ardiansyah mengatakan pihaknya menunggu vonis tersebut.
"Kita tunggu putusan terlebih dahulu, karena kan masih pro kontra berapa yang dinikmati klien kami itu belum jelas," tandasnya.
Diketahui, Sahriwansah mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung dituntut penjara dua tahun dan enam bulan penjara oleh jaksa penuntut umum dalam kasus dugaan korupsi retribusi sampah tahun 2019-2021.
BACA JUGA:Diskusi BEM FEB Unila bersama Rocky Gerung Tetap Digelar, Ini Lokasi Terbarunya
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, Jumat 11 Agustus 2023, Sahriwansah dinyatakan jaksa bersalah melanggar pasal 3 juncto pasal
18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal
64 ayat (1) KUHP.
"Meminta majelis hakim yang mengadili perkara ini agar menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Sahriwansah dengan penjara selama dua tahun dan enam bulan penjara dikurangi terdakwa selama berada di dalam tahanan," kata jaksa Endang Supardi saat membacakan dakwaan.
Jaksa juga menuntut Sahriwansah dengan pidana denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Dalam pertimbangannya, hal yang memberatkan Sahriwansah tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
BACA JUGA:Inflasi Beras Tertinggi, Ini Upaya Dinas Pangan Bandar Lampung untuk Mengatasinya
Sementara, mantan anak buahnya Haris Fadillah dituntut lebih tinggi oleh jaksa penuntut umum.
Haris Fadillah mantan Kabid Tata Lingkungan DLH Bandar Lampung dituntut tiga tahun dan enam bulan penjara.
Haris juga dinyatakan terbukti bersalah melanggar pasal 3 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ia juga didenda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan.
BACA JUGA:Tiga Mobil Tabrakan deng Satu Unit Motor, Dugaan Kuat Sopir Mobil Mengantuk
Haris Fadillah juga dibebankan pengganti kerugian negara sebesar Rp804 juta.
Namun, ia baru menitipkan uang Rp 87 juta kepada jaksa sebagai pengganti kerugian negara Rp 87 juta.
Diberitakan sebelumnya Hayati mantan pembantu bendahara penerimaan DLH Bandar Lampung dituntut empat tahun dan enam bulan penjara.
Dia juga didenda Rp 500 juta. "Menghukum terdakwa Hayati untuk membayar denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan penjara," jelasnya.
BACA JUGA:Simak, Begini Cara Mudah Pakai Pinjaman Dana Rp 2 Juta di GoPay Pinjam
Tak hanya itu, terdakwa Hayati juga dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 1,747 miliar.
"Karena terdakwa telah menitipkan sebagian uang pengganti sebesar Rp108 juta, sehingga sisa yang harus dibayarkan yakni sebesar Rp 1,639 miliar," ujarnya.(*)