Sebab, disampaikan Puji Raharjo, tahun 2023 lalu pihaknya menargetkan terbit 70 ribu sertifikat halal.
"Kita dapat 100 ribu lebih tahun kemarin dari target 70 ribu. Tahun ini tentu kita dua kali lipatnya kalau bisa," tuturnya.
Penetapan target ini, menurutnya berkaca dari masih banyaknya pelaku industri halal yang belum memiliki sertifikat halal.
"Karena pelaku industri halal yang belum terhalalkan masih banyak," ucapnya.
Dalam membuat sertifikat halal ini, ada dua program yang dapat dimanfaatkan pelaku usaha.
Pertama, program self declare yang diberikan subsidi oleh pemerintah.
Program ini ditujukan untuk usaha mikro dan kecil yang memang menggunakan bahan-bahan bahan sederhana.
"Di mana bahan itu sudah bersertifikat halal. Itu dibiayai oleh pemerintah," ucapnya.
Program kedua adalah reguler yang diperuntukkan untuk usaha kecil dan menengah yang omset tahunannya di atas Rp 500 juta.
"Untuk unit usaha yang prosesnya tidak sederhana ini harus melalui program reguler dan ini kita akan menggandeng lembaga pemeriksa halal (LPH) yang ada di daerah maupun di pusat," ungkapnya.
Lebih lanjut Puji Raharjo menjelaskan, program reguler ini ada biaya yang harus dibayar oleh pelaku usaha ke Kemenag sebesar Rp 650 ribu.
"Jadi sertifikat halal ini memiliki masa berlaku yaitu selama lima tahun. Ketika sudah habis maka harus dilakukan perpanjangan," tuturnya.
BACA JUGA:Ini Syarat Mendapatkan Bantuan Rp 4,2 Juta Dari Kartu Prakerja Gelombang 63
Syarat yang perlu disiapkan untuk mendapatkan sertifikat halal adalah proses produksi yang dipastikan kehalalannya dan sederhana, memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB).