Hal ini diketahui, Adanya peninggalan kisah dan situs bersejarah di dalam Masjid Jami Al Anwar tersebut, diantaranya, memiliki koleksi kitab kuning dan buku buku pengetahuan berbahasa Belanda yang berusia ratusan tahun.
Konon, pada era tahun 1883, Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Gudang Lelang yang berada tidak jauh dari Masjid Jami Al Anwar merupakan pelabuhan besar di pesisir Provinsi Lampung.
Para saudagar atau pedagang dari sejumlah daerah di Nusantara yang beragama muslim menjadi di Nusantara yang beragama muslim menjadikan surau.
Atau, langgar yang menjadi cikal bakal masjid Jami Al Anwar untuk berkumpul dan beribadah.
Namun, surau atau langgar tersebut rusak parah akibat terkena dampak letusan Gunung Krakatau .
Lima tahun kemudian, seorang saudagar asal Sulawesi dari Suku Bugis bernama Daeng Suwiji membangun kembali surau itu menjadi masjid yang sekarang dinamakan dengan Masjid Jami Al Anwar.
Awal renovasi pada tahun 1888 atau setelah lima tahun rusak parah karena letusan Gunung Krakatau.
Daeng Sawiji bersama ulama dan masyarakat mendirikan Masjid Jami Al Anwar lebih permanen pada tahun itu.
Saat Renovasi pada tahun 1888 menjadi Masjid Jami Al Anwar Bandar Lampung yang permanen, enam tiang surau tetap dipertahankan yang saat ini telah dibungkus dengan pilar beton.
Enam Tiang pada Masjid Jami Al Anwar Bandar Lampung menggambarkan rukun Iman. Lalu, dilanjutkan renovasi kembali termasuk dilakukan pada 1972 dan terakhir pada 2015.
Pada tahun 1972, renovasi dilakukan kembali dengan memperluas bangunan Masjid Jami Al Anwar Bandar Lampung menjadi lebih besar karena jamaah yang datang saat shalat Jumat maupun hari hari besar semakin banyak jumlahnya.
Terakhir, perbaikan dan renovasi masjid ini dilakukan sekitar 2015 sampai 2016 , yang diganti atas Masjid, awalnya genting biasa menjadi seng baja.
BACA JUGA:Balikkan Keadaan di Tengah Ketidakmungkinan
Setelah itu, masjid dinamakan Masjid Jami Al Anwar Bandar Lampung ini yang memiliki arti bercahaya.