Gede menjelaskan, kini ia hanya mampu menebar benih udang sebanyak 15 ribu ekor saja per tambak.
Walaupun demikian, jumlah tersebut juga masih sangat rentan terserang penyakit padahal padat penebaran sudah jauh berkurang.
Dia bercerita, 4 tahun lalu dirinya bisa menebar sampai 125 ribu ekor benih udang per tambak. Hasil panennya pun bisa di atas 1,5 ton.
Kondisi tersebut bukan hanya dialami oleh Gede Brata dan istrinya saja. Ribuan petambak di Bumi Dipasena nyatanya juga mengalami hal serupa.
BACA JUGA: Siap Lepas Jabatan Dewan, Anak Ketua Demokrat Maju Jadi Balon Wakil Wali Kota Bandar Lampung
Dengan kondisi yang sangat sulit tersebut, kini para petambak banyak yang beralih profesi guna menyambung hidup dan perekonomian keluarga.
Terpisah, Kepala Bidang Budidaya Perhimpunan Petambak Pembudidaya Udang Wilayah (P3UW) Lampung Suryadi mengatakan, penurunan produksi tersebut akibat serangan penyakit AHPND sejak beberapa tahun belakangan.
Penyakit tersebut disebabkan oleh bakteri vibrio yang menyerang hepatopancreas yang berakibat pada masa hidup udang.
Suryadi menjelaskan, beberapa gejalanya seperti pada hepatopancreas udang membengkak dan menyebabkan kematian dimulai dari usia 14 hari.
BACA JUGA: Peringatan! Sekolah di Tanggamus Lampung Tidak Boleh Lakukan Study Tour
Bahkan, pada beberapa kasus ada yang baru seminggu berada di tambak langsung mati.
Kematian ini terjadi secara masif dan terus-menerus, serta menyebabkan populasi udang habis.
Bakteri pada penyakit ini diketahui berkembang pesat di lumpur yang mengandung amoniak, lumpur sedimentasi ataupun sisa pakan yang tidak terurai.
Suryadi menerangkan, berbagai upaya telah dilakukan P3UW Lampung dalam mencari solusi kondisi sulit ini.
BACA JUGA: Merinding! Ribuan Hewan Kaki Seribu Berbintik Kuning Bermunculan di Pesisir Barat Lampung
Di antaranya melakukan pengerukan lumpur pada muara pintu dam dan pengerukan lumpur di saluran pasok.