RADARLAMPUNG.CO.ID - Polemik pemilihan kera sebagai maskot pilkada Bandar Lampung 2024 diselesaikan secara adat, Sabtu 25 Mei 2024.
Ini ditandai dengan pertemuan antara KPU Bandar Lampung dengan tokoh adat Sai Batin dan Pepadun di Ballroom Hotel Sheraton.
Dalam kesempatan itu, Ketua KPU Bandar Lampung Dedy Triyadi menyampaikan permohonan maaf atas kelalaian yang dilakukan pihaknya.
"Saya, baik secara pribadi dan kelembagaan memohon maaf sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya atas kelalaian dalam menetapkan maskot Pilkada Bandarlampung belum lama ini," kata Dedy.
BACA JUGA: Murka, Tokoh Adat Lampung Buka Suara Soal Maskot Pilkada KPU Bandar Lampung
BACA JUGA: Kera Banyak Tuai Polemik, KPU Bandar Lampung Bakal Ganti Maskot Pilkada 2024
Ia juga menyebut apa ýang dilakukan pihaknya bukanlah menyangkut unsur kesengajaan, melainkan ketidaktahuan.
"Tanpa ada niat merendahkan adat istiadat masyarakat Lampung. Maskot ini adalah hasil sayembara dari masyarakat sebagai salah satu bentuk, sarana sosialisasi Pilkada Bandarlampung 2024 untuk meningkatkan partisipasi masyarakat," ujarnya.
Karena polemik ýang ditimbulkan, pihaknya memutuskan Pilkada 2024 di Bandar Lampung tidak menggunakan maskot.
"KPU hanya akan menggunakan jingle Pilkada Bandar Lampung saja. Maskot tidak akan digunakan selama tahapan pilkada," terangnya.
BACA JUGA: Mutasi Kejaksaan Terbaru, Posisi Wakajati dan Tiga Kajari di Kejati Lampung Bergeser
BACA JUGA: Barisan Kajari yang Bergeser Dalam Mutasi Kejaksaan Terbaru, Tujuh Dari Lampung
Sementara itu secara terbuka Kepaksian Pernong Raja Duta Perbangsa Seem R Canggu dalam musyawarah adatnya mengapresiasi permohonan maaf KPU Kota Bandar Lampung, ýang tidak lagi menggunakan maskot “Kerabad” di Pilkada Bandarlampung 2024.
"Kita sudah mendengar langsung pernyataan maaf dari Ketua KPU. Saya menghormati dan sangat berterima kasih atas ini semua. Secara pribadi, dan mewakili Kepaksian Pernong, dan kami menerima permohonan maaf ini,” kata Raja Duta Perbangsa Seem R Canggu.
Sebagai tanda penerimaan permohonan maaf, para tokoh adat menerima sehelai kain putih atau biasa disebut terapang maupun punduk.