Banjir Sumatera Ungkap Lemahnya Pengelolaan Sumber Daya Air, Akademisi Teknokrat Ingatkan Ancaman Berulang

Sabtu 06-12-2025,15:28 WIB
Reporter : Melida Rohlita
Editor : Melida Rohlita

Berkaca pada kejadian November 2025, Dr. Lilik mengajak seluruh pihak untuk berhenti menormalisasi bencana sebagai sekadar fenomena alam. Baginya, banjir bandang dan longsor adalah sinyal kuat bahwa tata kelola lingkungan di banyak wilayah sudah berada pada fase kritis.

“Kita tidak bisa menolak bencana datang. Tetapi kita punya kemampuan berpikir, belajar, dan mengambil keputusan yang lebih baik untuk melindungi masyarakat,” ucapnya.

Ia menilai sudah waktunya kebiasaan lama yang meremehkan potensi bahaya DAS dihentikan. Setiap stakeholder harus kembali pada tugas dan fungsi masing-masing, lalu melakukan perubahan signifikan.

Dr. Lilik merekomendasikan sejumlah langkah strategis dan prioritas, di antaranya:

 

1. Penegakan hukum tegas untuk pelanggaran pemanfaatan kawasan hutan dan sempadan sungai.

2. Evaluasi menyeluruh izin pemanfaatan kawasan lindung, termasuk izin usaha yang berpotensi merusak DAS.

3. Penyesuaian dan penertiban RTRW, agar seluruh penggunaan ruang sesuai risiko bencana.

4. Penguatan konservasi sumber daya air, mulai dari rehabilitasi lahan, reboisasi, hingga pembangunan infrastruktur pengendalian banjir.

5. Pelibatan masyarakat dan dunia usaha dalam program pemulihan lingkungan dan edukasi kebencanaan.

“Tanpa tindakan nyata dan terukur, banjir bandang tidak hanya akan terulang, tetapi bisa lebih besar dari sebelumnya,” katanya.

Dr. Lilik berharap tragedi di tiga provinsi pada November 2025 menjadi titik perubahan untuk semua pihak. Indonesia, khususnya Sumatera, tidak boleh lagi menunggu bencana besar berikutnya untuk bertindak.

“Ini tugas kita bersama sebagai warga bangsa. Banjir di Sumatera akibat pengelolaan sumber daya air yang diabaikan adalah peringatan keras. Masa depan kita bergantung pada perubahan hari ini,” tutupnya.(*)

Kategori :