Pengamat Desak Transparansi AMDAL Proyek Living Plaza Lampung
Lokasi pembangunan Living Plaza Lampung (LPL) kini kembali dilanjutkan di Nunyai, Rajabasa, Bandar Lampung, Kamis, 9 Oktober 2025.-Foto Melida Rohlita-
RADARLAMPUNG.CO.ID – Pengamat Kebijakan Publik Unila (Universitas Lampung), Dr. Muhammad Thoha B. Sampurna Jaya, menyoroti masih adanya penolakan warga terhadap rencana pembangunan kembali Living Plaza Lampung (LPL) di Rajabasa Nunyai, Kota Bandar Lampung.
Thoha menilai, pihak pengembang harus membuka secara transparan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), agar masyarakat memahami dampak yang mungkin ditimbulkan dari proyek tersebut.
Menurut Thoha, AMDAL bukan sekadar formalitas izin, melainkan dokumen yang harus disertai bukti pemantauan dan pengelolaan lingkungan secara nyata.
“AMDAL itu harus dibuktikan, bukan hanya izin. Pemantauan lingkungannya seperti apa, masyarakat sekitar juga harus tahu. Itu harus disampaikan dalam forum resmi antara pemilik proyek dan masyarakat,” ujarnya saat dimintai tanggapan, Senin, 13 Oktober 2025.
BACA JUGA:Pembangunan Living Plaza Lampung Kembali Berlanjut, RT Sebut Tak Dilibatkan
Dia juga menyoroti pertemuan antara pihak pengembang dan tokoh masyarakat beberapa waktu lalu.
Thoha bahkan mempertanyakan apakah dalam pertemuan tersebut aspek AMDAL telah dibahas secara komprehensif, mengingat kawasan Rajabasa dikenal rawan banjir.
“Kita bisa melihat dari dua sudut pandang. Karena itu, AMDAL harus dilihat secara menyeluruh—layak atau tidak layak. Ada dokumen perencanaan pengelolaan dan pemantauannya. Menolak atau menerima proyek itu harus punya dasar yang kuat. Kalau ada AMDAL, ya harus benar dan transparan,” tegasnya.
Terkait wacana pembangunan embung yang diusulkan sebagian warga sebagai solusi limpahan air di wilayah tersebut, Thoha menilai hal itu dapat membantu mengurangi potensi banjir. Namun, kelayakan pembangunan embung juga harus tercermin jelas dalam dokumen AMDAL.
BACA JUGA:Respon Keluhan, Walikota Datangi Lokasi Calon Mal Living Plaza
“Embung itu sifatnya membantu limpahan air di wilayah sekitar. Tapi kelayakannya harus tergambar jelas dalam analisis dampak lingkungan. Semua harus tertulis dan dapat diakses,” jelasnya.
Thoha menambahkan, masyarakat yang berhak mengetahui isi AMDAL tidak hanya warga sekitar lokasi proyek, tetapi juga lembaga-lembaga yang bergerak di bidang lingkungan seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).
“Masyarakat itu luas, bukan hanya warga setempat, tapi juga lembaga seperti Walhi. Mereka berhak melihat dan mengkritisi AMDAL tersebut, dan Pemerintah jangan tinggal diam kalau ada keluhan masyarakat” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Tiga tahun berselang embangunan proyek Living Plaza Lampung (LPL) di kawasan Nunyai, Rajabasa, kembali berlanjut setelah sempat terlihat vakum beberapa waktu lalu.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
