9 Tahun Tak Raih Adipura, Ada Apa dengan Bandarlampung?

9 Tahun Tak Raih Adipura, Ada Apa dengan Bandarlampung?

RADARLAMPUNG.CO.ID - Selama 9 tahun Bandarlampung belum juga kembali meraih penghargaan Adipura. Terlebih, pada penilaian Adipura Periode 2017-2018, Bandarlampung mendapat predikat kota besar terkotor di Indonesia dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Pengamat Tata Kota Dr. Eng. IB Ilham Malik, ST., MT. mengatakan, ada beberapa poin yang harus dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandarlampung dalam melakukan pembenahan. Beberapa poin yang menjadi masukan. Pertama, wali kota bersama jajarannya perlu mengetahui pedoman penilaian Adipura. \"Dalam penilaian adipura ada banyak parameter, semakin lengkap parameter yang kita miliki dan terpenuhi parameternya, maka akan semakin tinggi nilai yang kita peroleh,\" katanya kepada Radar Lampung, via telepon, Selasa (15/10). Perlu melihat parameter yang menjadi dasar standar penilaian adipura tersebut dapat mempermudah dalam melakukan pencapaian kebersihan lingkungan. \"Dengan demikian kita juga sangat mudah melakukan komplain kepada pihak-pihak lain terutama KLHK kalau semisalnya memberikan nilai yang buruk, karena kita menggunakan parameter yang sama,\" jelasnya. Dirinya medorong kepada pemerintah untuk membaca standar penilaian yang dibuat KLHK, yang kemudian didetailkan standar-standar apa saja yang dimiliki KLHK, sehingga dari standar itu bisa melakukan kroscek mana saya yang sudah dilakukan dan yang belum. Tidak salah, apabila standar yang ditentukan KLHK tidak sama dengan standar pemkot, kemudian akan ditemuka interpretasi yang berbeda-beda. Standar KLHK itu juga akhirnya akan mendorong masyarakat bisa melihat parameter apa yang digunakan KLHK dalam memberikan penilaian pencapaian lingkungan hidup. \"Kalau pun kita fokus kepada kebersihan lingkungan yang ditunjukan dengan jalan protokol, pemukiman, dan lingkungan yang bersih, dan dianggap sebagai pencapaian terkait penanggulangan sampah, maka bisa saja hal tersebut benar adanya. Namun, pemkot juga jangan lupa, bahwa kondisi sungai, pantai pasar-pasar tradisional, TPS masih kurang baik,\" urainya. Kedua, seluruh jajaran pemkot diwajibkan memenuhi form penilaian itu, berupa penerbitan perda, SK walikota, maupun anggaran pengelolaan lingkungan hidup. \"Jangan bicara soal sampahnya saja. Penilaian Adipura bukan soal sampah saja, melainkan terkait keberlanjutan pengelolaan lingkungan hidup,\" imbuhnya. Kemudian yang ketiga, juga diperlukan pembentukan UPTD baru yang terkhusus menangani masalah persampahan di sungai, pemukiman, pantai, dan perbukitan. Lalu, yang keempat, Wali Kota memastikan semuanya terlibat dan konsern dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kemudian yang kelima, terkait izin-izin usaha dapat menjadi standar evaluasi. Apakah mall, hotel dan usaha lainnya sudah memenuhi standar lingkungan hidup yang benar atau belum. \"Adakah dokumen Amdal, UKL-UPL atau tidak. Ini malah kita lihat beberapa hotel merusak lingkungan hidup, mall merusak sungai,\" ujar dosen perencanaan wilayah dan kota (PWK) magister teknik UBL ini. Keterlibatan, akademisi dan media massa juga menjadi kunci keberhasilan dalam medorong keterlibatan sosialisasi ke masyarakat agar sadar pengelolaan lingkungan hidup maupun riset-riset terkait pengelolaan lingkungan hidup. \"Ajak akademisi terlibat, insyaAllah semuanya dapat diatasi,\" tutupnya. Di sisi lain, Direktur Eksekutif YKWS Febrilia Ekawati mengatakan, bahwa penghargaan Adipura bukan sebuah tujuan, melainkan sebagai motivasi untuk melakukan pembenahan disektor lingkungan. Sehingga landasannya dapat menjadikan seluruh elemen agar kota Bandarlampung terus tumbuh mewujudkan kota yang bersih. Dia bilang, ada beberapa pekerjaan rumah yang perlu dibenahi di Kota Bandarlampung. Pertama persoalan sampah, mulai dari pemukiman warga hingga TPA yang terbilang \'berwarna merah\'. Kedua, persoalan sungai masih menjadi tempat pembungan segala macam limbah, mulai dari limbah sampah, tinja, dan perusahaan yang akhirnya mencemari sungai-sungai yang ada. Ketiga, sistem drainase yang masih semerawut, yang mengakibatkan ketika musim hujan mengalami kebanjiran. Yang menjadi sorotan serius dari pihaknya, yakni terkait kinerja pengelolaan sampah yang tingkat kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah di rumah tangga masih dangat minim. \"Seharusnya manajemen sampahnya di tingkat rumah tangga sudah melakukan pemilahan,\" ujarnya. Menurutnya, salah satu poin penilaian KLHK terbesar dalam melakukan penilaian Adipura yakni terkait manajemen pengelolaan sungai. Yang saat ini di Bandarlampung masih sangat buruk. \"Bersih itu bukan hanya di muka, tapi juga di belakang muka kota, dalam arti kebersihan pemukiman warga, black water dan grey water-nya sampai ke sungai harus tuntas,\" urainya. Adapun solusi yang dia sampaikan. Pertama, Pemkot Bandarlampung harus menerapkan regulasi dalam upaya peningkatan pengelolaan kota menjadi bersih. Contohnya apakah perda pengelolaan sampah yang sudah ada sudah diterapkan atau belum, sudah disosialisasikan atau belum. Kalau tidak sama saja bohong. Kedua, penyadartahuan terhadap pengelolaan lingkungan kepada masyarakat. Berupa sosialosasi kepada seluruh warga, dari tingkat RT berupa penyuluhan manajemen pengelolaan sampah pada progran jumat bersih atau sebagainya. Terlebih, juga harus diberikan bekal kepada aparatur kelurahan atau memaksimalkan pengetahuan aparatur. Lalu yang ketiga, dukungan Pemkot melalui anggaran yang termasuk opsi terakhir. Anggaran tersebut diharapkan dapat memberikan dampak yang signifikan dan efektif dalam perubahan lingkungan hidup. Tak jauh berbeda, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bandarlampung Irfan Tri Musri menyebutkan, bahwa ada beberapa indikator penilaian Adipura yang sangat mencolok, yakni ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH), kebersihan kota, sistem pengelolaan sampah, dan drainase. Dalam hal tersebut, pihaknya memberikan beberapa catatan kenapa Bandarlampung yang sangat wajar tidak meraih Adipura, yakni terkait kondisi RTH yang baru memenuhi 11,08 persen yang seharusnya minimal 20 persen, yakni bukit-bukit yang beralih fungsi menjadi pemukiman elit dan tempat wisata. Kemudian kondisi, sungai yang secara kualitas dan kuantitas sudah tidak baik lagi yang mengalami pendangkalan dan penyempitan. Sistem pengelolaan sampah yang belum jelas. Seperti pesisir kota yang dipenuhi sampah. Setidaknya ada 21 sungai yang keadaan dan kualitas airnya sangat buruk. Sistem drainase yang buruk sehingga menyebabkan seringnya terjadi banjir saat hujan yang seharusnya besaran drainase harus disesuaikan dengan padatnya suatu pemukiman yang ada. \"Dan yang paling terpenting, seharusnya Pemkot memikirkan dan berbenah, kenapa selama 9 tahun tidak pernah meraih adipura, bukan semakin menambah kerusakan-kerusakan,\" pungkasnya. Seperti yang diketahui, Bandarlampung menajdi salah satu kota yang mendapat predikat kota terkotor di Indonesia, karena mendapat nilai paling rendah pada saat penilaian program Adipura periode 2017-2018. Untuk kategori kota metropolitan adalah Kota Medan, kategori kota besar Kota Bandar Lampung dan Kota Manado, untuk kategori kota sedang adalah Sorong, Kupang dan Palu. Sedangkan untuk kategori kota kecil adalah Waikabubak di Sumba Barat, Waisai di Raja Ampat, Ruteng di Manggarai, Kabupaten Buol di Sulawesi Tengah, Bajawa di Kabupaten Ngada. (apr/sur)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: