Marak Wabah AHPND, Lusa Tim BKIPM Lampung, BBL, dan Dinas Perikanan Tulang Bawang Tinjau Dipasena

Marak Wabah AHPND, Lusa Tim BKIPM Lampung, BBL, dan Dinas Perikanan Tulang Bawang Tinjau Dipasena

Petambak Dipasena menunjukan udang mati perlahan sebelum panen akibat penyakit AHPND. Foto Dok. P3UW Lampung--

BACA JUGA:Tiga Hari, 2 Pengedar Narkoba Diringkus

Fenomena kematian dini secara masif pada udang usia di bawah 40 hari menjadi momok yang menakutkan bagi para petambak.

Penyakit ini menyerang udang pada usia Day of Culture (DOC) 10-40 hari pasca bibit udang (benur) di tebar di petak tambak pembesaran.

Penyakit AHPND juga termasuk dalam jenis penyakit lintas batas atau Transboundary. Penyakit ini masuk ke Indonesia pada tahun 2019 lalu. 

Sementara untuk wilayah Dipasena mulai terjangkit tahun 2021. 

BACA JUGA:Wujudkan Keinginan Warga, Polres Tulang Bawang Kini Miliki 2 Subsektor Baru

Beberapa gejala klinis udang yang terjangkit penyakit AHPND adalah kosongnya saluran pencernaan, hepato pankreas berwarna pucat dan mengecil, kulit menjadi lunak, udang lemas dan mati tenggelam di dasar tambak.

Munculnya penyakit tersebut menyebabkan petambak gagal panen dan menderita kerugian yang sangat besar.

Produksi udang di Bumi Dipasena pun merosot tajam. Dari rata-rata 60 ton per hari di tahun 2021, kini hanya menjadi 20 ton per hari.

"Persentase petambak yang mampu panen sampe finis hanya sekitar 35 persen dari seluruh wilayah di Dipasena. Dengan survival rate (kelangsungan hidup) di bawah 50 persen," kata Pengurus Perhimpunan Petambak Pembudidaya Udang Wilayah (P3UW) Lampung Bidang Infrastruktur Budidaya Sutikno Widodo, Selasa 2 Agustus 2022.

BACA JUGA:Kasus Kerbau Mati Mendadak Tulang Bawang, Balai Veteriner Uji Sampel di Laboratorium

Menurutnya, kondisi ini sangat berdampak bagi perekonomian masyarakat di Bumi Dipasena.

Sebab hampir seluruh warga di Bumi Dipasena menggantungkan hidup dari usaha budidaya udang.

Saat ini daya beli masyarakat menjadi lemah. Kemampuan permodalan untuk budidaya juga sebagian besar tergerus habis.

Hal ini menyebabkan banyak petak-petak tambak kosong tidak berbudidaya karena tidak ada modal dan tidak adanya pemodal yang mau berinvestasi dengan sistem kemitraan seperti yang berjalan selama ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: