UBL Riset Bersama PRTRRB - BRIN Rancang Bangun Mesin Pengemasan Otomatis Obat Radiofarmaka

UBL Riset Bersama PRTRRB - BRIN Rancang  Bangun Mesin Pengemasan Otomatis Obat Radiofarmaka

Tim peneliti dan mahasiswa Universitas Bandar Lampung (UBL) di Laboratorium Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka dan Biodosimetri (PRTRRB) BRIN Serpong, Tangerang Selatan, Tanggal 29 Agustus 2022. Foto Tim Peneliti Dosen UBL--

Lebih rinci, Riza mengatakan penelitian Bersama ini sudah dirintis sejak tahun 2021 dan berlanjut hingga tahun ini. 

Kegiatan yang dilakukan selain rancang bangun, juga kegiatan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang diiskuti oleh 12 orang mahasiswa UBL, yang ikut serta melakukan penelitian. 

Masih kata Riza, bahwa Kanker tulang dapat menyerang jaringan tulang mana saja di seluruh tubuh, yaitu pada tulang padat, tulang rawan (kartilago), jaringan serat dan jaringan dalam sumsum tulang.

Obat radiofarmaka 153Samarium-EDTMP (Ethylene Diamine Tetra Methyl Phosphonate) adalah bentuk sediaan farmasi yang mengandung senyawa radioaktif yang diberikan ke dalam tubuh manusia untuk terapi mengurangi rasa sakit pada penderita kanker yang telah bermetastasis ke tulang.

Sebagai pereda rasa sakit 153Sm-EDTMP ini dapat meredakan rasa sakit hingga 80 persen. 

Dibandingkan pereda rasa sakit lain seperti jenis Opioid (misalnya Morfin) yang dosisnya makin meningkat dan efektif dalam waktu 1 hari, 153Sm-EDTMP memiliki keunggulan yaitu bisa meredakan rasa sakit selama 1 s.d 2 bulan tergantung kondisi pasien serta dosis yang diberikan.

Produk 153Sm-EDTMP hasil litbang Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka dan Biodosimetri (PRTRRB), Organisasi Riset Tenaga Nuklir, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah dipasarkan oleh PT Kimia Farma dengan nama T-Bone Kaef. T-Bone Kaef sudah dimanfaatkan oleh banyak pasien di 5 (lima) rumah sakit di Indonesia, yaitu RSUP Dr Kariadi Semarang, RSUP Hasan Sadikin Bandung, RS Kanker Dharmais Jakarta, RSUP Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta dan RS Siloam Semanggi (MRCCC) Jakarta.  Potensi pasar 153Samarium-EDTMP cukup besar karena masih banyaknya jumlah penderita kanker di Indonesia pada saat ini. 

Peningkatan permintaan produksi 153Sm-EDTMP berarti peningkatan frekuensi proses maupun volume batch. 

Karena 153Sm-EDTMP merupakan senyawa bertanda yang memacarkan radiasi radioaktif, maka peningkatan frekuensi produksi maupun volume batch produksi akan mengakibatkan meningkatnya jumlah paparan radiasi yang diterima pekerja yang akan meningkatkan resiko terhadap keselamatan pekerja radiasi. 

Anggota Tim Peneliti dari BRIN Diandono Kuntjoro Yoga, menambahkan Proses produksi 153Sm-EDTMP saat ini masih menggunakan cara manual. Salah satu tahap dalam proses produksi 153Sm-EDTMP  yang cukup rumit dan memakan banyak waktu adalah yaitu proses pengemasan/packaging (Dispensing) yaitu memasukkan hasil pencampuran akhir ke botol-botol vial. Hal ini berbahaya karena petugas akan terkena paparan radiasi.

Oleh sebab itu, Pengerjaan pengemasan yang memakan waktu tersebut akan mengakibatkan meningkatnya jumlah paparan radiasi yang diterima pekerja dan tentunya akan meningkatkan resiko terhadap keselamatan pekerja radiasi. 

Sehingga, perlu dilakukan proses pengemasan (Dispensing) 153Sm-EDTMP secara otomatis, apabila prosesnya bisa cepat maka selain akan mengurangi paparan radiasi, juga akan mempercepat waktu pengantaran dan meningkatkan lama waktu penggunaan 153Sm-EDTMP bagi pasien  karena waktu paruhnya hanya  46,3 jam. 

Untuk memecahkan masalah tersebut, lanjut Riza perlu dibuat mesin otomatis untuk pengemasan obat  radiofarmaka 153Sm-EDTMP ke dalam botol vial sehingga siap didistribusikan. "Keunggulan dari inovasi ini adalah mengurangi paparan radiasi bagi pekerja, lebih presisi dan meningkatkan kecepatan produksi," pungkas Riza. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: