Tertuang di RKUHP, Hina Presiden Bisa Dipenjara 3 Tahun
Ilustrasi freepik--
RADARLAMPUNG.CO.ID – RKUHP telah menetapkan ancaman 3 tahun penjara apabila seseorang menghina residen dan wakil presiden.
Dalam draf final Rancangan Final Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tetap akan mengatur ancaman pidana terhadap orang yang menghina presiden dan/atau wakil presiden.
Naskah RKUHP terbaru per 30 November 2022 yang dapat diakses dari laman https://peraturan.go.id/site/ruu-kuhp.html, ketentuan pidana tersebut terdapat dalam pasal 218. Pelaku diancam hukuman tiga tahun penjara.
“Setiap orang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan/atau wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda dengan paling banyak kategore IV,” tulis bunyi pasal 218 ayat (1) RKUHP.
BACA JUGA:Kadafi Kembali Jabat Ketua Kadin Lampung Periode 2022-2027
Bagian penjelasan pasal ini menyebutkan bahwa menyerang kehormatan adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri. Perbuatan menista atau memfitnah masuk kedalam kategori tersebut.
“Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagai mana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri,” bunyi Pasal 218 ayat (2) RKUHP.
Pada ayat (2) pasal tersebut memberikan pengecualian, perbuatan yang dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri termasuk kategori penyerangan kehormatan atau harkat martabatnya.
“Yang dimaksud dengan ‘dilakukan untuk kepentingan umum’ adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekpresi dan hak berdemokrasi, misalnya melalui unjuk rasa, kritik, atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan presiden dan/atau wakil presiden,” bunyi penjelasan pasal 218 ayat (2).
BACA JUGA:Torehkan Kinerja Terbaik Serap SBN, BRI Kantongi Penghargaan Dealer Utama Terbaik 5 Tahun Beruntun
Pada bagian tersebut menjelaskan kritik menjadi hal penting sebagai bagian dari kebebasan berekpresi yang sedapat mungkin bersifat konstrukif dalam Negara demokratis.
“Dalam Negara demokratis, kritik menjadi hal penting sebagai bagian dari kebebasan berekpresi yang sedapat mungkin bersifat konstruktif, walaupun mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan Presiden dan/atau Wakil Presiden,” jelas bunyi di RKUHP. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: dikutip dari berbagai sumber