Mahasiswa Universitas Teknokrat Indonesia Ini Ungkap Cerita Puasa di Amerika

Mahasiswa Universitas Teknokrat Indonesia Ini Ungkap Cerita Puasa di Amerika

--

RADARLAMPUNG.CO.ID - Sekar Kinasih Mahasiswa Universita Teknokrat Indonesia yang sedang kuliah di Amerika beasiswa program YSEALI menceritakan bagaimana puasa di Negara Paman Sam.

Kata Sekar setelah mendapatkan pengumuman kelulusannya sebagai penerima beasiswa, lalu merasakan euphoria, datang pula berbagai kekhawatiran yang membuat perasaannya bercampur aduk.  

Utamanya apakah dirinya bisa mudah beradaptasi terhadap berbagai hal yang ditemui? Bagaimana dengan puasa nanti? Hal itu berkecamuk di dalam hatinya.

Namun sesampainya di US, banyak hal yang seolah menyadarkannya bahwa ada kehidupan di luar sana yang mampu membuatnya kagum dengan cara kerjanya. 

BACA JUGA:Wamendagri Pimpin Rakor, Permasalahan Mahasiswa Tugas Belajar Papua Kini Tuntas

"Karena aku berangkat ke US bertepatan dengan bulan ramadhan 1444 Hijriah, maka tentunya aku mencoba untuk beradaptasi dengan waktu sahur, iftar, dan juga waktu sholat," katanya.

Hari pertama puasa, dirinya sahur pukul 04.00 waktu US namun hari pertama dirinya salah dan baru mengecek waktu iftar pada tengah hari, ternyata waktu iftar di Omaha adalah pukul 20.00 malam dan sahur berakhir pukul setengah 6 pagi. 

"Yahhh itu salahku,"ujarnya.

Mungkin banyak pihak akan berpikir jika puasa di Amerika akan sangat berat karena harus berpuasa selama 15 jam.

BACA JUGA:Informasi Penyebrangan Angkutan Lebaran 2023: Jadwal Kendaraan Roda Dua dan Logistik

"Tapi tidak seberat itu menurutku, malah terasa ringan. Mungkin karena seharian aku mengikuti kegiatan yang sangat padat dan bermanfaat sehingga tak terasa waktupun terasa sangat cepat," kata Sekar.

Sekar dan tiga teman lain dari indonesia bahkan diundang oleh salah satu muslim student ambassador untuk iftar bersama. Namanya Sinan dari Oman. 

"Kami membuat makanan khas Timur Tengah dan bahkan mengajak kami untuk piknik di pinggir sungai di Standing Bear Lake Omaha sambil menunggu iftar. Tapi lucunya, sungainya mengering, cuacanya dingin dan berangin dan fatalnya aku tidak membawa jaket. Tapi kami tak mau mengurungkan niat kami iftar bersama di pinggir danau kala itu," cerita Sekar.

Hari-hari selanjutnya Sekar tidak mengulangi kesalahannya, lantas dia bangun jam setengah 5 pagi dan memasak bihun seafood untuk sahur, karena dia tidak bisa masak nasi tanpa ricecooker dan menandaskan makanannya beberapa saat sebelum waktu sahur berakhir. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: