Guru Besar Universitas Lampung Bertambah Dua Dari Fakultas Hukum
--
BACA JUGA: Selama di Bali, Mantan Gelandang Manchester United Jesse Lingard Coba Makanan Khas Bali Babi Guling
Cyber laundering pada hakikatnya merupakan penetrasi teknologi (cyber) yang bermanifestasi menjadi sarana kejahatan.
Secara khusus kejahatan siber tersebut dieksploitasi untuk melakukan kegiatan pencucian uang (money laundering).
Terminologi cyber laundering ini juga banyak yang menyebut sebagai electronic money laundering yang dewasa ini banyak merujuk pada perkembangan digitalisasi terkait dengan munculnya digital assets, crypto currencies, virtual currencies, financial technology dan beberapa hal lain, yang secara khusus ditujukan untuk melakukan kegiatan pencucian uang.
Masalah pencucian uang baru dinyatakan sebagai tindak pidana oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003, dan terakhir diamandemen dengan UndangUndang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disebut UU TPPU).
BACA JUGA:Tidak Sepopuler Bayam dan Kangkung, Ini Manfaat dari Sayur Genjer, Baik untuk Kesehatan
Dengan adanya UU TPPU, pembuat undang-undang mengkriminalkan tindak pidana pencucian uang (money laundering) menjadi perbuatan yang dilarang oleh undang-undang.
Pencucian Uang memiliki 3 (tiga) elemen penting sebagaimana dikemukakan oleh Stephen R. Kroll, yaitu perbuatan (act), yang meliputi beberapa perbuatan atas aset atau properti, pengetahuan (knowledge) bahwa aset atau properti tersebut dihasilkan dari satu atau lebih jenis kegiatan underlying criminal, tujuan (objective) pencucian uang selalu bertujuan untuk mengaburkan asal usul aset yang berasal dari kegiatan kriminal.
Financial Action Task Force (selanjutnya disebut sebagai FATF) di dalam kajiannya menjelaskan kerentanan pencucian uang atas perkembangan virtual Assets dalam kasus serangan siber wannacry.
"Virus yang disebut 'wannacry' ini mulai menginfeksi ke komputer-komputer yang terkena menjadi korban dengan disertai permintaan sejumlah bitcoin untuk tebusan. Selanjutnya para hackers tersebut menerima bitcoin sebagai uang tebusan tersebut dimasukkan ke dalam bitcoin wallets yang dapat diidentifikasi secara publik," katanya.
BACA JUGA:7 Mitos Hewan Masuk Rumah, Nomor 2 Tandanya Bawa Keberuntungan
Pada hakikatnya proses ini dapat terjadi manakala terdapat dua orang yang terlibat dalam perjanjian yang seorang mengirimkan bitcoin atau cryptocurrencies yang lainnya, maka para pihak akan saling mengungkapkan alamat publik.
Setelah proses tersebut, satu tahap di dalam pencucian uang yang disebut dengan layering terjadi.
Beberapa transaksi mengkonversi pembayaran dari satu virtual asset ke virtual asset lainnya untuk menghilangkan tautan ke kejahatannya.
Di sini kerentanan penggunaan metode dalam pencucian uang untuk menghilangkan jejak asal usul harta kekayaannya tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: