Pergeseran Azas Legalitas Formil ke Azas Legalitas Materiil dalam KUHP Nasional

Pergeseran Azas Legalitas Formil ke Azas Legalitas Materiil dalam KUHP Nasional

E Husni Tamrin SH mahasiswa pasca sarjana unila--

KUHP Belanda (WvS) sangat tertinggal jauh dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Khususnya mengenai pemidanaan, dirasa tidak sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat. Sistem pemidanaan dalam KUHP bersifat individualistic. Bahkan mengabaikan realitas nilai perdamaian sehingga tidak dijadikan sebagai dasar penghapusan pemidanaan. KUHP kurang mengakomodasi penerapan filosofi musyawarah mufakat berdasarkan Pancasila. Perdamaian sebagai asas penyelesaian konflik antar warga masyarakat baik yang bersifat individual maupun ketertiban umum, dikesampingkan dalam KUHP lama. Hanya baru baru ini terdapat euforia Restoratif Justice yang itupun tidak ada pengaturannya dalam KUHP itu sendiri, hanya di atur oleh masing-masing-masing-masing Aparat Penegak Hukum.

Berdasarkan atas hal itu, maka KUHP Nasional  memiliki tujuan pemidanaan sejalan dengan ide dasar keseimbangan perlindungan masyarakat dan perlindungan individu pelaku pidana. Perlindungan masyarakat tampak dalam formulasi KUHP Nasional masih mempertahankan sanksi pidana mati dan pidana seumur hidup. Meskipun pidana mati masuk pada pidana pokok dan ditempatkan secara khusus bersifat eksepsional. Dimensi perlindungan individu pelaku kejahatan ketika mencantumkan penerapan pidana mati secara selektif dan juga terdapat penundaan pidana mati dengan masa percobaan selama sepuluh tahun hukuman.

Formulasi tujuan pemidanaan ditegaskan dalam KUHP Nasional yaitu; pertama, pemidanaan sebagai sarana mencegah terjadinya tindak pidana demi pengayoman masyarakat. Kedua, membina terpidana dengan memasyarakatkan kembali sehingga adanya perbaikan perilaku. Ketiga, memperbaiki keadaan ke kondisi semula antara pihak korban dan pelaku dengan tujuan memulihkan keseimbangan dalam mendatangkan perdamaian. Keempat, membebaskan rasa bersalah pada terpidana. Kelima, pemidanaan tidak dimaksudkan untuk pembalasan yang merendahkan martabat manusia. Di samping itu pula, ada pedoman pemidanaan ketika hakim mengadili suatu perkara wajib lebih mengutamakan keadilan daripada kepastian hukum apabila adanya pertentangan antara kedua nilai tersebut.

KESIMPULAN

Bahwa dengan telah di undangkannya UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana, maka telah terjadi pembaharuan hukum pidana di Indonesia walaupun keberlakukan Undang Undang  tersebut masih 3 tahun lagi sejak di undangkan, hal ini dikarenakan perlu adanya sosialisasi dan kesiapan Aparat Penegak Hukum untuk melaksanakannya. Bahwa dengan adanya penerapan azas legalitas materil membuat UU KUHP Nasional menjadi sangat fleksibel dan bisa menjangkau kejahatan yang belum di atur dalam KUHP ini, asalkan perbuatan tersebut merupakan perbuatan tercela dan pandangan hukum tersebut sudah hidup dalam tatanan kehidupan masyarakatnya. Pembaharuan Politik Hukum Pidana dalam KHUP Nasional meliputi pembaharuan dalam tindak pidana, pertanggung jawaban pidana dan pemidanaan yang berubah cukup fundameltal dibandingkan dengan KUHP sekarang yang nyata-nyata adalah peninggalan Kolonial Belanda.

——————————————————

Penulis : E.Husni Tamrin, SH. 

Mahasiswa Pasca Sarjana

Universitas Lampung.

NPM : 2222011029

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: