Sholat Kafarat di Jumat Terakhir Ramadhan Disebut Bisa Jadi Pengganti Hutang 1.000 Tahun, Bolehkah Dilakukan?

Sholat Kafarat di Jumat Terakhir Ramadhan Disebut Bisa Jadi Pengganti Hutang 1.000 Tahun, Bolehkah Dilakukan?

Buya Yahya saat menjelaskan hukum sholat kafarat di bulan puasa yang konon bisa jadi pengganti hutang puasa 1000 tahun. FOTO TANGKAPAN LAYAR/YOUTUBE Al-Bahjah TV--

RADARLAMPUNG.CO.ID – Inilah kajian Islam yang dijelaskan Buya Yahya tentang benar atau tidaknya, jika ada seorang Muslimin wal Muslimah yang mengerjakan sholat kafarat di bulan puasa.

Kemudian sholat kafarat yang dilakukannya di bulan Ramadhan bisa dijadikan sebagai pengganti hutang sholat hingga 1000 tahun lamanya.

Benarkah yang demikian itu dan bagaimana hukum sholat kafarat menurut para ulama? Simak penjelasan Buya Yahya sebagaimana yang diunggah dalam akun YouTube Al-Bahjah TV.

Buya Yahya ditanya oleh salah satu jemaahnya soal apakah benar jika ada seorang Muslimin wal Muslimah yang pernah meninggalkan sholat tetapi tidak dapat menghitung jumlah rakaat yang ditinggalkan.

BACA JUGA:3 Aksesoris Hijab yang Bikin Penampilan Lebaran 2024 Jadi Lebih Cantik Maksimal

Kemudian ia sholat di hari Jumat terakhir pada bulan Ramadhan sebanyak 4 rakaat dengan satu kali tasyahud akhir saja.

Lalu di tiap rakaat membaca surat Al-Fatihah kemudian surat Al-Qadr 15 kali dan surat Al-Kautsar 15 kali.

Adapun sholat tersebut dikerjakan sebagai sholat kafarah atau kafarat sebagai pengganti sholat 400 tahun dan 1000 tahun.

Dalam pertanyaan tersebut, jemaahnya menjelaskan bahwa kajian yang pernah didengarnya melalui media sosial itu ikut menerangkan soal umur manusia.

BACA JUGA:Waspada Hujan Ekstrem, Wali Kota Akui Beberapa Wilayah Sempat Terendam Banjir

Di dalamnya dijelaskan bahwa para sahabat bertanya-tanya sebab umur manusia sebatas 60 tahun atau paling lama pun 100 tahun.

Lantas bagaimana dan untuk siapa kelebihan dari pengganti sholat seribu tahun tersebut? Apakah untuk suami atau istrinya, anak dan keluarga yang lain?

Karena apa yang didengarnya itu membawa nama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, jemaah kajian Buya Yahya mempertanyakan kebenaran hal tersebut.

Buya Yahya menjelaskan bahwa dalam menjawab pertanyaan ini beliau tidak akan menghadirkan pendapatnya sendiri. Beliau justru menjelaskan berdasar referensi yang shahih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: