Terbongkar! Peredaran Oli Palsu yang Masuk ke Lampung Asal Tangerang Berhasil Diamankan, Ternyata...
Ditreskrimsus Polda Lampung Kombes Donny Arief Praptomo mengamankan oli palsu--
RADARLAMPUNG.CO.ID - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Lampung ungkap kasus peredaran oli palsu merk AHM MPX 1 di wilayah Lampung, yang diungkap di Mapolda Lampung pada Jumat 5 Juli 2024.
Ditreskrimsus Polda Lampung Kombes Donny Arief Praptomo mengatakan, tersangka berinisial HT (59) berhasil diamankan di kediamannya di Jakarta Barat, dimana tersangka tersebut merupakan pemilik serta yang memproduksi oli palsu tersebut.
"HT ini melakukan praktek produksi oli palsu selama empat bulan, dalam waktu seminggu ia bisa memproduksi 60 sampai 70 botol oli bekas," ungkapnya.
Ditreskrimsus Polda Lampung Kombes Donny Arief Praptomo menjelaskan, pengungkapan berawal dari adanya peredaran oli palsu dari luar Lampung namun diperdagangkan di Lampung.
BACA JUGA:Optimalisasi PPH dan PPM, Kejari Lampung Barat Luncurkan Sistem Pesagi Kembar
"Dari hasil penyelidikan, pada tanggal 25 Juni 2024 petugas menemukan kendaraan truk Colt Diesel dengan nomor polisi Z 9645 DA yang mencurigakan, sedang terparkir di tepi jalan Wayhalim Bandar Lampung, dengan muatan berisi puluhan dus oli diduga palsu," ujarnya.
Menurutnya, muatan oli dicurigakan karena tidak adanya dokumen pengiriman serta adanya aduan dari masyarakat mengenai peredaran oli palsu.
"Nah, peredaran oli itu dibawa oleh supir dan kernet dari wilayah Tanggerang, Banten ke Lampung," katanya.
Dari hasil penangkapan, sambung Donny, aparat berhasil menemukan barang bukti berupa dus, oli kemasan, botol oli serta peralatan yang digunakan untuk memproduksi oli palsu.
BACA JUGA:Digitalisasi Menjadi Peluang Emas bagi Pengusaha Ultra Mikro
"Kami juga mengamankan 1 Unit Truck Colt Diesel Warna Merah Jambu No. Pol Z 9645 DA dan 2 (dua) unit mobil Dhaihatsu Granmax Blinvan warna putih dengan No. Pol Z 84444 EA dan No. Pol D 8070 TQ.l," bebernya.
Saat ini tersangka telah ditahan di Mapolda Lampung, serta dijerat dengan Pasal 100 ayat (1) UU RI Nomor 20 tahun 2016, dengan ancaman penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak dua miliar rupiah. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: