Ia memang telah menabung selama belasan tahun untuk pendidikan anaknya. Hanya saja saat itu tabungannya kurang kalau untuk membayar pendaftaran dua anak sekaligus.
Baginya, pendidikan anak sangat penting. Dia ingin anaknya kelak bisa membantu orangtuanya saat tua nanti.
"Bagi saya, untuk pendidikan anak, apapun akan saya usahakan. Yang penting saya sehat. Bisa mencari uang,” harapnya.
Slamet, sosok ayah yang sangat tangguh. Uang SPI sebesar Rp 25 juta itu sudah dia lunasi. Juga uang semester setelah melalui proses banding mendapat keringanan menjadi Rp 5,1 juta.
Secara matematis sulit bagi Slamet memenuhi kebutuhannya itu. Setiap hari dia mampu menjual 80 sampai 100 bungkus kerupuk.
Modal satu bungkus kerupuk dia beli dari pasar Rp 4 ribu. Dijualnya Rp 5 ribu, Jadi ada keuntungan seribu rupiah.
Jadi keuntungannya per hari antara Rp 80 ribu sampai Rp 100 ribu.
“Tapi sering saya dapat uang lebih pak dari pembeli. Saya tak pernah minta. Tapi kalau dikasih saya terima. Yang penting niat saya adalah jualan,” paparnya.
Slamet memiliki tingkat tawakal sangat luar biasa. Keyakinannya pada sang pencipta begitu tinggi.
Saat saya menyambangi rumahnya, lantunan murotal ayat-ayat al quran terdengar dari ponselnya.
Dia sosok yang sangat religius. Mendengar lantunan ayat-ayat quran memang sudah menjadi kebiasaannya.
Bahkan dia hafal beberapa surat panjang. Seperti surat Yasin, Al Furqan, Ar Rahman, Al Waqiah, As Sajadah, Al Mulk dan surat lainnya.
Meski tuna netra, Slamet tetap berusaha menjaga salat lima waktu. Karena itu dia atur waktu berjualan agar bisa salat berjemaah di masjid.
Pagi jam 8 dia mulai keliling sampai pukul 11.30. Setelah zuhur, ia beristirahat hingga magrib sambil melayani jika ada yang meminta jasanya memijat. Setelah magrib, dia pun kembali keliling hingga pukul 12 malam.
Dia senantiasa membiasakan puasa Senin Kamis. Juga salat malam. Bahkan empat rakaat salat malam, dia membaca empat surat, yakni Yasin, As Sajadah, Al Furqan dan Al Mulk.
“Terasa enak aja pak,” ujar Slamet.