"Masih ada yang sedang berproses usulannya. Ada dua di Kemenag dan satu di Kemendikbud Ristek," sebut Prof. Wan Jamaluddin yang mengaku memberikan reward kepada guru besar yang serius agar tidak malas meski sudah menjadi profesor.
Sementara Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag Prof Dr. HM Ali Ramdhani, STP, M.T., yang hadir dalam kesempatan itu mengatakan, hari ini secara resmi mengukuhkan UIN RIL yang mempunyai guru besar terbanyak di Indonesia.
"UIN hadir tidak sekadar hadir. Tetapi hadir menerangi semua yang menimba ilmu untuk masa depan," kata Prof. Ali.
Prof. Ali menuturkan, guru besar harus mengabdi pada dunia pendidikan masyarakat. Memahami peningkatan kemanusiaan dibarengi dengan eksistensi sebagai manusia.
BACA JUGA: Rektor UIN RIL Minta Dosen Berikan Layanan Berkualitas Tinggi
"Mendalami kapasitas keilmuan dengan belajar. Orang yang terpelajar selalu ada di hati masyarakat. Tapi saya sebut guru besar adalah masa depan untuk kita nanti, dan tugas kita sebagai guru besar mencerdaskan masyarakat," tandasnya.
"Saya berharap aktivitas ini tidak berhenti. Kepada guru besar, tidak menanggalkan tugasnya sebagai insan-insan pendidikan dan pemahaman kepada kita semua," imbuh Prof. Ali.
Lebih lanjut Prof. Ali meminta para guru besar menjadi teladan. Sebab yang terucap dari mereka adalah ilmu.
Selain itu, dalam wawancaranya, Prof. Ali meyebutkan beberapa tantangan yang harus dihadapi para guru besar yang hadir pada zaman ini. Yakni dengan mengokohkan keilmuannya.
BACA JUGA: Buka PBAK, Rektor Ingatkan Mahasiswa Untuk Responsif Terhadap Perubahan
"Sebagai satu pilar kemartabatannya untuk penyangga kemanusiaan, saya berharap para guru besar ini terus melakukan updating keilmuannya. Karena sekarang tumbuh dan berkembang. Sisi lain tidak boleh berhenti untuk mencerdaskan masyarakat, dan tetap melaksanakan tugas dan fungsi di kelas. Tetap melayani masyarakat. Karena kami khawatir, setelah cita-citanya tercapai menjadi guru besar tidak lagi dijalankan tugasnya," tegas Prof. Ali.
Saat ditanya, apakah Kemenag memiliki acuan atau pancingan untuk menghidupkan semangat guru besar yang sudah lama untuk kembali membuat penelitian dan berinovasi, Prof. Ali menjawab, itu tergantung keseriusan pribadi masing-masing.
"Sebetulnya itu keterpanggilan jiwa dan passion. Daya paksa, daya dorong dari negara tidak akan bermakna kalau tidak ada keinginan naluri dari seoran pemikir. Dan kita berharap nilai-nilai ini muncul bukan karena daya paksa. Melainkan kesadaran dari kita. Serta menjaga kemartabatan profesi dengan makna yang sangat luas," pungkas Prof. Ali. (*)