Dalam konteks budaya dan tradisi Bali, babi guling tetap menjadi sebuah simbol yang kuat dan identik dengan kehidupan masyarakat setempat.
Kelezatan dan keunikan hidangan ini terus menjadi daya tarik bagi wisatawan dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kekayaan kuliner Bali.
Sejarah babi guling Bali memiliki cerita yang unik dan menarik.
Hidangan ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Bali dan memiliki akar yang dalam dalam kehidupan masyarakat setempat.
BACA JUGA: Pasti Cuan! Ini Tiga Game Penghasil Saldo Dana Gratis Ratusan Ribu, Buktikan Sekarang!
Dalam tradisi Bali, babi memiliki peran penting dalam berbagai aspek kehidupan.
Termasuk dalam kehidupan agama dan upacara adat.
Babi dianggap sebagai hewan yang suci dan dihormati, karena diyakini memiliki hubungan khusus dengan dewa-dewa.
Dalam agama Hindu, babi sering dihubungkan dengan Dewa Wisnu atau Dewa Siwa, yang merupakan dewa-dewa penting dalam kepercayaan Hindu di Bali.
BACA JUGA: Maia Estianty Ganti Lirik Lagu Kembali Sindir Mulan? Netizen: Gagal Move On
Penggunaan babi dalam upacara-upacara agama telah ada sejak zaman kuno di Bali.
Dalam berbagai upacara persembahan, babi digunakan sebagai pengorbanan untuk dewa-dewa, sebagai bentuk rasa syukur, atau sebagai sarana untuk menghormati leluhur.
Hal ini berkaitan dengan kepercayaan bahwa babi memiliki sifat-sifat yang khusus dan dapat membawa berkah dan keberuntungan bagi masyarakat Bali.
Namun, babi guling Bali sebagai hidangan khas dengan proses pemanggangan babi secara utuh baru muncul pada abad ke-19.
BACA JUGA: Profesor Inggris Ini Memeluk Islam Usai Temukan Fenomena Tumbuhan Bertasbih
Konon, awalnya babi guling Bali diperkenalkan oleh seorang pemimpin desa yang ingin menciptakan hidangan yang istimewa untuk menyambut kunjungan Raja Karangasem.