Kegiatan seperti bakti sosial, kegiatan keagamaan, dan partisipasi dalam organisasi sekolah dapat menjadi sarana untuk mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila.
Untuk memahami pentingnya pendidikan karakter, kita perlu merujuk kembali kepada apa yang dikatakan Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan karakter. Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa nilai-nilai yang perlu diinternalisasikan kepada peserta didik dalam mengembangkan karakter meliputi religiusitas, kejujuran, kerja keras, kerja cerdas, kemandirian, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, komunikatif, cinta damai, senang membaca, peduli sosial, peduli lingkungan, dan tanggung jawab.
Dalam mengajarkan nilai-nilai ini, penyelenggara pendidikan tidak boleh hanya terjebak pada penyampaian target, tetapi harus fokus pada proses internalisasi nilai-nilai tersebut.
Pendidikan karakter peserta didik harus melibatkan tiga pusat pendidikan secara sinergis: keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Pengembangan karakter peserta didik perlu memperhatikan perkembangan budaya bangsa sebagai sebuah kontinuitas menuju ke arah kesatuan budaya dunia, namun tetap memiliki sifat kepribadian dalam lingkungan kemanusiaan sedunia.
Asas dasar pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara merupakan landasan dasar yang kokoh untuk membangun karakter bangsa yang bersendikan pada budaya bangsa tanpa mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan universal.
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) telah menyusun bersama Kementerian Pendidikan sebuah buku panduan untuk pendidikan Pancasila, yang berisi 30% pengetahuan dan 70% praktek.
Buku ini menekankan bagaimana mengembangkan nilai-nilai Pancasila dalam aplikasi hidup nyata.
Pendidikan Pancasila diharapkan mampu membentuk kepribadian bangsa dan menjadi penuntun bagi siswa dalam menghadapi tantangan zaman di era digital, di mana ilmu pengetahuan, teknologi, dan komunikasi mendominasi kehidupan.
Guru memiliki peran penting dalam mengajarkan pendidikan Pancasila. Sebagai fasilitator pembelajaran, guru harus mampu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, menumbuhkan rasa cinta kepada Pancasila, dan memberikan teladan dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila.
Guru juga harus mampu menggunakan metode pembelajaran yang tepat dan kreatif untuk membantu siswa memahami dan menginternalisasi nilai-nilai Pancasila.
Pendidikan karakter tidak dapat hanya dilakukan di sekolah, tetapi juga harus melibatkan keluarga dan masyarakat.
Keluarga memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai moral dan etika kepada anak-anak.
Orang tua harus menjadi teladan dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Masyarakat juga harus mendukung pendidikan Pancasila melalui berbagai kegiatan yang mengedepankan nilai-nilai kebersamaan, toleransi, dan keadilan.
Ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam mengembalikan pendidikan Pancasila sebagai pelajaran wajib, antara lain pergantian kebijakan pendidikan yang sering terjadi dapat mempengaruhi konsistensi dan kontinuitas pendidikan Pancasila; keterbatasan sumber daya, baik dalam hal tenaga pengajar yang kompeten maupun bahan ajar yang berkualitas, dapat menjadi hambatan dalam pelaksanaan pendidikan Pancasila; kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya nilai-nilai Pancasila di kalangan siswa, guru, dan masyarakat dapat menghambat proses internalisasi nilai-nilai tersebut.