disway awards

Lampung Dalam Potret Literasi: Antara Capaian dan Ketertinggalan

Lampung Dalam Potret Literasi:   Antara Capaian dan Ketertinggalan

Dr. Eka Sofia Agustina, S.Pd., M.Pd.--dok pribadi

Aksara menjadi bagian dari bahasa manusia sebagai perkembangan lanjutan dari sistem komunikasi lisan, yang berfungsi untuk merekam, menyimpan, dan menyebarkan informasi secara lebih permanen.

Proses ini terjadi seiring dengan pertumbuhan peradaban manusia, khususnya saat manusia mulai hidup menetap, bertani, berdagang, dan membentuk sistem pemerintahan.

Dengan demikian, manusia menciptakan sistem tulisan atau aksara sebagai representasi visual dari bahasa lisan. 

Sintesis dari hal tersebut adalah aksara penting bagi bahasa dan peradaban karena digunakan sebagai perservasi budaya (Kitab kuno, cerita rakyat, hukum adat, semua bisa diwariskan); Ilmu pengetahuan (tulisan memungkinkan kolaborasi dan pengembangan gagasan) dan identitas kolektif: Aksara menjadi simbol budaya (contoh: aksara Lampung, Ulu, Arab Pegon/Jawi, Jawa, Sunda, Bali, Sasak, Lontara, Lontara Modifikasi, Kutai, Sumba, dan Batak.

Pada unsur aksara menjadi simbol budaya karena bahasa daerahnya berkembang secara lisan dari masa ke masa, penuh kosakata dan struktur bahasa yang khas.  

Secara teoretis, jenis aksara terdiri atas pitograf, ideograf, alfabet, abjad, abugida, dan silsilah. Indonesia secara nasional dominan menggunakan aksara Latin sebagai sistem tulisan resminya, terutama untuk bahasa Indonesia dan sebagian besar bahasa daerah yang sudah dialihaksarakan.

Namun, kalau dilihat secara kultural dan historis, Indonesia memiliki banyak aksara tradisional yang masuk ke dalam kategori aksara abugida dan abjad, bergantung daerahnya yang masih hidup dalam berbagai komunitas dan upaya pelestarian, seperti aksara Lampung.

Definisi operasional kata "Aksara" dalam konteks ini merujuk pada "literasi", bukan hanya kemampuan mengenal huruf atau tulisan, tetapi juga kemampuan memahami, menggunakan, dan merefleksikan informasi tertulis dalam kehidupan sehari-hari.

Istilah "literacy" dalam bahasa Inggris mencakup makna yang lebih luas dari sekadar mengenal huruf  termasuk kemampuan berpikir kritis, literasi digital, dan literasi media. 

Selain itu, masalah literasi juga erat kaitannya dengan ketimpangan sosial. Data UNESCO menunjukkan bahwa kelompok masyarakat miskin, perempuan, dan anak-anak di daerah terpencil menjadi korban paling rentan.

Mereka menghadapi siklus kemiskinan yang sulit diputus karena akses pendidikan yang minim. Peringatan Hari Aksara Internasional mengingatkan kita bahwa literasi adalah jembatan untuk keluar dari kemiskinan.

Ketika anak-anak diberi kesempatan belajar membaca dan menulis, mereka sedang diberi kunci untuk membuka pintu masa depan yang lebih cerah. Namun, jika kesempatan itu tak diberikan, mereka terjebak dalam lingkaran ketertinggalan.

Di tengah perkembangan teknologi digital, literasi juga mengalami perluasan makna. Sekarang, kita tidak hanya dituntut bisa membaca buku, tetapi juga memahami dan menilai informasi yang tersebar di internet, media sosial, dan berbagai platform digital.

Namun, kemajuan teknologi juga menimbulkan paradoks. Di satu sisi, teknologi membuka akses informasi yang luas; di sisi lain, mereka yang tidak melek digital justru semakin terpinggirkan.

Hari Aksara Internasional menjadi panggilan bagi kita semua untuk tidak hanya memerangi buta aksara konvensional, tetapi juga buta huruf digital.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait