Lampung Dalam Potret Literasi: Antara Capaian dan Ketertinggalan
Dr. Eka Sofia Agustina, S.Pd., M.Pd.--dok pribadi
Bagaimana potret literasi di Provinsi Lampung? Penulis mendapatkan data pertahun 2023. Berdasarkan data statistik dan indeks literasi di Lampung dengan 5 pengelompokkan yang terdiri atas (1) Buta Aksara di Kalangan Lansia; Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM); Literasi Berdasarkan Tingkat Pendidikan; Tingkat Melek Huruf di Beberapa Kabupaten; dan Minat Membaca Masyarakat (Tingkat Kegemaran Membaca).
Untuk Buta Aksara di Kalangan Lansia tahun 2023 berdasarkan data BPS Provinsi Lampung, sekitar 15 orang lansia dari setiap 100 orang tidak bisa membaca dan menulis huruf Latin atau huruf lainnya, setara dengan 14,72 % dari populasi lansia di Lampung pada tahun 2023. Angka ini menunjukkan perbaikan, meski masih signifikan, bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 2022: 15,71 % dan 2021: 16,61 %.
Untuk kategori Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) 2022: IPLM Lampung sebesar 59,99, berada di bawah rata-rata nasional (~64,48); 2023: Nilainya menurun menjadi 55,25, masih termasuk kategori "Sedang", dan berdiri di bawah rata-rata nasional (~69,42).
IPLM mencakup indikator seperti pemerataan layanan perpustakaan, kualitas koleksi, partisipasi masyarakat, dan sejumlah aspek lainnya.
Kategori literasi berdasarkan Tingkat Pendidikan menurut Renstra BPMP Lampung (2020–2024 revisi 2023), capaian literasi berdasarkan jenjang pendidikan: SD/SLB: Skor rata-rata 57,89 (kategori sedang – menempati peringkat menengah bawah nasional); SMP: Literasi di Lampung rata-rata 60,06, peningkatan signifikan dari sebelumnya 47,88, berada di peringkat menengah atas nasional.
Dua kota terbaik adalah Bandar Lampung dan Metro; SMA: Rata-rata 52,31, mengalami penurunan dari 55,11 peringkat menengah nasional. Hanya Kota Metro yang berada di kategori "Baik", sementara dua wilayah yaitu Lampung Utara dan Pesisir Barat masih di kategori "Kurang; SMK: Literasi rata-rata 41,4, turun dari 48,17 masuk tingkat “sedang”. Banyak kabupaten/kota (7 dari 15) berada di kategori "Kurang". Selanjutnya,
Tingkat Melek Huruf di Beberapa Kabupaten dalam IDN Times (mengacu data BPS 2024), lima kabupaten/kota dengan angka melek huruf terendah (usia 15+) di Lampung: Lampung Tengah: 96,81 %; Tanggamus: 96,78 %; Lampung Selatan: 96,53 %.
Meskipun angka ini terbilang tinggi, namun jika di bawah 97%, menunjukkan masih ada segmen masyarakat yang belum sepenuhnya melek huruf.
Terakhir, kategori Minat Membaca Masyarakat (Tingkat Kegemaran Membaca), menurut dataset dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Lampung Indeks Minat Membaca (TGM) 2023: Lampung secara umum mencapai 66,38. Lalu tahun 2024: Kota Bandar Lampung (78,71) dan Metro (78,43) berada di atas rata-rata provinsi, yang kini menjadi 67,67.
Berdasarkan data Laporan Akhir IPLM 2024 Skor rata-rata Provinsi Lampung: 64,81 (kategori: Sedang). Wilayah Kota Metro 96,96; Kabupaten Tulang Bawang 64,11; Kota Bandar Lampung 66,28; Kabupaten Lampung Barat 63,08; Kabupaten Mesuji 56,30; Kabupaten Pesawaran 57,75; Kabupaten Pesisir Barat 52,89; Kabupaten Pringsewu 51,81; Kabupaten Tanggamus 49,04; Kabupaten Lampung Selatan 44,56; Kabupaten Lampung Tengah 43,61; dan Kabupaten Lampung Timur 43,04.
Penulis belum mendapatkan data ILPM Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten Way Kanan. Jadi, Daerah dengan pencapaian tertinggi: Kota Metro dengan angka 96,96 dan daerah dengan pencapaian terendah yakni Kabupaten Lampung Timur dengan angka 43,04
Tentu temuan ini menunjukkan adanya ketimpangan yang signifikan antar daerah dalam hal pembangunan literasi. Daerah seperti Lampung Timur perlu perhatian khusus, sementara Metro sangat menjanjikan, perlu strategi untuk duplikasi keberhasilan tersebut.
Analisis yang bisa saya sajikan dari capaian itu adalah Kesenjangan Antardaerah dengan IPLM Kota Metro sangat tinggi (96,96), mencerminkan akses literasi yang sangat baik.
Namun, skor rendah di banyak kabupaten seperti Lampung Timur (43,04) dan Lampung Tengah (43,61) menunjukkan disparitas akses dan kualitas literasi. Potensi perbaikan melalui bisa melalui kolaborasi.
Data ini menjadi dasar penting untuk menyusun intervensi berbasis kebutuhan: misalnya peningkatan fasilitas perpustakaan, pelatihan tenaga literasi, dan kampanye baca lokal di daerah dengan skor rendah. Model Kota Metro, dengan skor tinggi seperti Metro dan Bandar Lampung bisa dijadikan best practice.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
