Dishut Lampung Akui Masih Terjadi Perubahan Tutupan Hutan, Dorong Petani Terapkan Agroforestri
Kawasan hutan di Provinsi Lampung. FOTO INSTAGRAM @dishutlampung--
RADARLAMPUNG.CO.ID – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Lampung mencatat luas tutupan hutan di provinsi lampung mengalami penyusutan drastis dalam dua dekade terakhir. Terhitung sejak 2001 hingga 2023, hilangnya tutupan hutan mencapai 303 ribu hektare.
Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Lampung Yanyan Ruchyansyah pun tak membantah masih terjadi alih fungsi kawasan hutan, salah satunya karena pembukaan lahan oleh masyarakat.
Ia menyebut jika soal angka tentu perlu dicek lebih lanjut sumbernya dari mana, tapi memang faktanya masih ada perubahan tutupan.
Menurutnya, pemerintah tak tinggal diam dan sejumlah upaya pun dilakukan untuk menekan laju kerusakan, salah satunya lewat program perhutanan sosial yang mendorong pola budidaya berkelanjutan.
BACA JUGA:Walhi Soroti Penyegelan Tambang: Seremoni Tanpa Efek Jera?
Melalui skema ini, petani terutama petani kopi didorong untuk meninggalkan sistem monokultur dan beralih ke pola agroforestri. Tujuannya tak hanya meningkatkan hasil ekonomi, tapi juga menjaga fungsi ekologis hutan.
Dirinya menyebut beberapa kelompok tani sudah mulai mengubah pola tanamnya meskipun belum massif, perubahan itu mulai terlihat di beberapa lokasi hal ini proses jangka panjang.
Yanyan juga mengakui praktik pembukaan lahan ilegal masih terjadi biasanya marak menjelang musim kemarau untuk keperluan tanam kopi.
Jika pembukaan secara ilegal jelas dilarang, ada sanksi hukum bahkan bisa dipidana, namun penindakan di lapangan tidak mudah apalagi jika pelaku tidak tertangkap tangan.
BACA JUGA:Walhi Dorong Pemerintah Beri Sanksi Kepada PT Semen Baturaja
Dishut Lampung juga memantau perubahan tutupan hutan menggunakan aplikasi global forest watch, menurutnya penurunan tutupan hutan tidak selalu disebabkan oleh ulah manusia melainkan juga faktor alam seperti pohon tumbang.
Sebagai langkah pencegahan, pihaknya memasang papan larangan (plang) di titik-titik rawan pembukaan lahan, salah satunya di wilayah kota agung kabupaten Tanggamus. Langkah ini cukup efekti, biasanya setelah dipasang plang kawasan itu ditinggalkan oleh pelaku.
Ia menegaskan bahwa perhutanan sosial bukanlah ajang pembagian lahan, melainkan bentuk legalisasi akses untuk petani yang sudah lama berada di kawasan hutan, di dalamnya juga ada pendampingan dan kewajiban untuk menjaga Kawasan.
Menurutnya, konsepnya adalah win-win. Petani diberi akses legal, dibina dan diajak menjaga hutan, mereka juga punya tanggung jawab melaporkan jika ada aktivitas ilegal di sekitar lahan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
