Iklan Bos Aca Header Detail

Kecanduan Gadget, 10 Anak Per Bulan Berobat ke RSJ

Kecanduan Gadget, 10 Anak Per Bulan Berobat ke RSJ

RADARLAMPUNG.CO.ID - Kecanduan gadget terhadap anak, membuat jumlah gangguan mental, emosional, dan perilaku anak meningkat. Adiksi atau kecanduan gadget mulai ditemukan pada tahun 2014. Ini berdasarkan data Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Lampung. Bukan hanya itu, dari rata-rata kasus selama satu tahun sejak pandemi Covid-19 dimulai, jumlahnya semakin meningkat. Dr. Tendry Septa, SpKJ (K) Psikiater Anak dan Remaja RSJ Lampung kepada Radar Lampung, menjelaskan kunjungan pasien anak gangguan mental emosional dan perilaku akibat gadget rata-rata per bulannya mencapai 10 anak. Munculnya kasus gangguan mental akibat gadget kata Tendry dimulai tahun 2014, meski saat itu perbulannya hanya 2-3 kasus saja. Sementara sebelum pandemi, kecanduan gadget pada anak biasanya hanya 5-6 anak rata-rata sebulannya. \"Enam bulan terakhir ini, jumlah anak yang mengalami gangguan mental dan perubahan perilaku akibat gadget meningkat. Data yang masuk di RSJ, perbulan rata-rata 10 kasus,\" kata Tendry ditemui di ruangannya, Senin (28/12). Sejak Januari hingga November, pasien RSJ usia dari 15-24 tahun ada 5551 orang. Sementara secara keseluruhan di semua kategori usia, RSJ menerima 32761 pasien. Sedangkan, di tempat praktik pribadinya, jumlah pasien per bulan mencapai 10-15 kasus. Tendry berujar, penyebab gangguan mental dan perilaku akibat gadget meningkat ada beberapa faktor yang mempengaruhi selama kasus yang ia tangani. Pertama kondisi anak yang jenuh karena harus belajar online terus menerus. Kemudian kedua akibat beban pekerjaan rumah (PR) sekolah yang sulit, bahkan orang tua si pasien tak mampu mengerjakannya. \"Beban tugas yang banyak dari sekolah dan orang tua tidak bisa membantu PR mereka. Mereka bingung harus bertanya ke siapa. Itu menyebabkan perubahan emosi pada si anak,\" tutur Tendry. Lalu ketiga, masa pandemi mengakibatkan anak harus menggunakan gadget lebih lama. Setidaknya dari jam 8 pagi sampai jam 12 siang harus mengerjakan tugas dan sekolah via online. Rata-rata selama pandemi kata Tendry berdasarkan penuturan pasiennya mereka menggunakan gadget lebih dari enam jam perhari. \"Mereka juga jarang dan dilarang berinteraksi di luar karena khawatir Covid. Sehingga mereka, main gadget sampai rata-rata enam jam per hari baik untuk sekolah ataupun untuk main,\" katanya. Kepala Bagian Kedokteran Jiwa Universitas Lampung (Unila) ini menambahkan, penggunaan gadget yang berlebihan membuat gangguan mental dan perilaku. Contohnya dari kesalahan orang tua, juga ditemukan yang menyebabkan kecanduan gadget. Karena khawatir, anak main di luar, maka kata Tendry, ada orang tua yang memberikan gadget untuk bermain game sebagai solusi. Ada juga orang tua pasien yang memberikan anak usia 4 tahun dengan mengiming-imingi anak agar mau makan. \"Nah, orang tua si pasien karena sibuk kerja supaya anaknya nggak keluar dan nurut di rumah aja. Mereka berpikir dengan memberikan gadget agar main game sebagai solusinya. Padahal, salah. Sebelum pandemi saja kasus adiksi game sudah ada,\" ujar Tendry. Tendry memaparkan ciri anak sudah kecanduan gadget baik untuk game maupun media sosial seperti anak gampang emosional. \"Contohnya kalau anak handphonenya diambil paksa, dia marah-marah bahkan sampai membanting barang dan memukul,\" ujarnya. Dirinya pernah menemukan kasus remaja berusia belasan yang memukul ibunya karena dilarang bermain gadget. \"Bahkan si ibu mengungsi ke rumah tetangga khawatir dipukuli anaknya. Sampai akhirnya hampir mau dirawat inap karena membahayakan, tapi tidak jadi. Kita beri obat dan rawat jalan,\" kata Tendry. Kasus lain yang pernah ia tangani, anak sampai berhenti sekolah lantaran kecanduan akut. Per harinya pasien itu kata Tendry, bisa memakai gadget 12 jam dan di saat makan sekalipun. Kemudian, ciri lain anak suka berbohong. Contohnya, si anak berpura-pura mengerjakan PR, padahal bermain game. Efek kecanduan gadget kata Tendry seperti narkoba dan judi yakni rasa ketagihan. \"Mereka kecanduan. Perubahannya dari mental. Tidak langsung ke perubahan fisik seperti orang gangguan jiwa,\" ujar Ketua Komite Medik RSJ Lampung ini. Meski ada peningkatan, tetapi selama pandemi belum ada anak yang sampai dirawat inap. Para pasien menjalani rawat jalan dibantu diberikan obat jika masuk kategori berat. Radar Lampung, juga sempat diajak melihat ruang rawat inap pasien anak di ruangan Gelatik. David, Humas RSJ Lampung menyebutkan, ruangan khusus anak baru diresmikan pada Oktober 2020. Ruangan rawat inap anak ini memiliki enam kamar. \"Terdiri dari ruang VIP, hingga kelas III dengan kapasitas 10 pasien,\" jelasnya. Berdasarkan pantauan, ruangan dibuat ramah anak. (nca/sur)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: