Damar Tuntut Keadilan Untuk Anak Disabilitas, Korban Kekerasan Seksual

Damar Tuntut Keadilan Untuk Anak Disabilitas, Korban Kekerasan Seksual

Radarlampung.co.id - Lembaga Advokasi Perempuan Damar bersama sejumlah lembaga terkait mendesak pihak kepolisian untuk segera menuntaskan kasus pemerkosaan yang dilakukan HR (75) terhadap MGO (18), seorang anak disabilitas.

Kasus tersebut hingga saat ini masih tersu dikawal oleh Damar bersama Rumah Perlindungan Trauma Centre (RPTC) Dinas Sosial Provinsi Lampung, Rio & Peni and Partner, Yulia Yuaniar, S.H dan Rekan, juga Lembaga Advokasi Anak (LAdA) DAMAR,

Saat ini, kasus tersebut juga telah dilimpahkan ke Kepolisian Daerah Lampung (POLDA), sesuai dengan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan Nomor: SP2HP/562/X/RES.1.4/2020/Ditreskrimum, tanggal 7 Oktober 2020. Berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor: SPDP/83/X/2020/Ditreskrimum, tanggal 7 Oktober 2020, diketahui Penyidik sedang mengumpulkan bukti dan menemukan terlapor. Namun, hingga saat ini HR belum ditetapkan sebagai tersangka oleh POLDA Lampung. Terkait hal ini, Tim Kuasa Hukum Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR, Afrintina, S.H mengatakan, genap 105 hari, terhitung sejak 7 Oktober 2020 SPDP dikeluarkan, hingga 19 Januari 2021, masih belum ada perkembangan untuk perkara ini. “Hal ini menunjukan Polda Lampung tidak profesional dalam menjalankan tugasnya,” tambah dia.

Sambung dia, pihak telah melakukan koordinasi terkait perkembangan kasus dengan Penyidik Polda Lampung pada 28 Desember 2020, 14 Januari 2021, dan 20 Januari 2021. Namun, pihak penyidik hanya memberikan informasi bahwa sedang dalam proses gelar perkara. Dugaan Intimidasi dari pihak pelaku lantaran posisi kediaman korban dan pelaku sangat berdekatan, membuat korban dan keluarga terpaksa harus menetap di Rumah Perlindungan Trauma Center Dinas Sosisal Provinsi Lampung (Rumah Aman), sejak 14 September 2020, lalu.

“Namun, karena merasa jenuh lantaran tidak ada kegiatan selain menunggu jadwal pemeriksaan di kepolisian, maka orang tua dan korban memutuskan untuk tinggal anak kandung orang tua korban yang bekerja di sebuah rumah makan di Bandarlampung,” tambahnya.

Sambung dia, dengan penghasilan yang hanya cukup untuk kebutuhan makan sehari-hari, korban dan orang tuanya terpaksa harus tinggal di kost anak kandung orang tua korban yang ada di Bandarlampung.

Sulitnya mewujudkan jaminan perlindungan atas hak dan akses keadilan bagi perempuan disabilitas korban kekerasan dengan alasan minim bukti, serta keterbatasan keterangan dari korban dianggap tidak cukup untuk menjadi bukti, sehingga memperlambat proses hukum.

Namun, hal tersebut juga berakibat pada kondisi kehidupan korban dan keluarga yang semakin kesulitan dalam mencari pemasukan. “Kondisi ini semakin memiskinkan korban dan orang tua korban yang pada saat ini berjuang untuk mendapatkan perlindungan atas hal dan akses keadilan,” tambahnya.

Dirinya juga berharap kasus tersebut bisa mendapatkan perhatian banyak pihak, sehingga dapat dikawal dengan baik mulai dari proses penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, hingga Peradilan.

“Sehingga jaminan perlindungan atas hak dan akses keadilan bagi perempuan disabilitas korban kekerasan dapat terwujud,” pungkasnya. Diketahui, pada 17 November 2020, Penyidik POLDA Lampung telah melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) di Kediaman Korban di Kabupaten Way Kanan. Diketahui pula bahwa pernyataan korban dengan Tempat Kejadian Perkara sesuai. Selanjutnya, pada 31 November hingga 11 Desember 2020, Korban telah melakukan pemeriksaan ke Psikiater di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung.

Ini dilakjkan sebagai upaya untuk memenuhi poin (b) atas Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP)-(A/2) yang ditetapkan oleh Polsek Blambangan Umpu pada tanggal 8 Juni 2020 silam. (Ega/yud)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: