Problematika Politik Identitas di Indonesia

Problematika Politik Identitas di Indonesia

Ilustrasi Politik--

Seiring dengan hal tersebut, agama Kristen di Indonesia juga mengalami berbagai perbedaan antara pemeluknya yaitu dengan munculnya kelompok-kelompok penganut agama berdasarkan suku dan budaya seperti kemunculan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang berpusat di tanah Batak,Gereja Kristen Pasundan (GKP) di tanah Pasundan dan Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) di Jawa Timur. Bahkan beberapa gereja di Kediri dan Jawa Tengah menggunakan bahasa Jawa dalam kebaktian setiap minggunya.

Bagaimana dengan Islam? Tidak jauh berbeda, pasca meninggalnya Nabi Muhammad, telah muncul bibit-bibit perbedaan diantara sahabat yang puncaknya pada wafatnya khalifah Ali dengan munculnya kelompok Khawarij yang terus berkembang hingga munculnya Mu’tazilah, Sunni, Wahabi. Dari sini kemudian penganut agama Islam di Indonesia mengalami perbedaan ada yang bergabung dalam LDII, NU, Muhammadiyah, Persis, FPI dan HTI.

BACA JUGA:Hari Ini Polri Agendakan Sidang Kode Etik untuk Brigjen Hendra Kurniawan

Manusia dan Perbedaan

Fenomena perbedaan manusia tidak hanya dalam bidang agama, namun juga dalam bidang budaya, suku, strata sosial dan bahkan fisiknya ada laki-laki dan ada perempuan, ada yang normal dan adapula yang tidak normal (baca:gila). Hal ini menegaskan bahwa perbedaan itu merupakan sunnatullah.

Maka toleransi dengan perbedaan tersebut hendaknya harus selalu dipupuk oleh setiap kalangan umat beragama. Karena sudah sejak ribuan tahun manusia selalu berbeda dalam keyakinan. Bahkan dalam salah satu ayat Al-Qur’an surat Yunus: 99 sudah ditegaskan sebagai berikut  “Dan jika kalau Rabbmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang dimuka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya”.

Berdasarkan ayat tersebut di atas, menunjukkan bahwa manusia boleh berbeda dalam keyakinan, boleh berbeda dalam ideologi keagamaan, boleh berbeda dalam politik namun manusia tidak boleh berbeda dalam sifat kemanusiaannya yaitu tolong menolong, menjunjung tinggi hak asasi manusia, hormat menghormati dan lain sebagainya. Jika itu dapat kita wujudkan dalam kehidupan sehari-hari, niscaya tidak ada lagi politik identitas yang akan muncul dalam perhelatan politik nanti di tahun 2024 dan seterusnya. Cukup pilkada DKI dan pilpres 2019 masyarakat Indonesia terbelah menjadi dua golongan. Selanjutnya mari kita kembali bersatu padu membangun negara ini menjadi negara yang baldatun toyyibun warrabun ghofur. 

Karena sejatinya munculnya intoleransi hanya ada di DKI dan itupun  hanya saat pilkada DKI tahun 2017. Selebihnya masyarakat DKI khususnya dan umumnya masyarakat Indonesia sangat toleran terhadap perbedaan.

BACA JUGA:1 Pemuda Jadi Tersangka Pengeroyokan Pelajar di Depan Eks Kafe Tokyo, Kuasa Hukum: Pelaku Lebih Dari 3 Orang

Hal ini dapat dibuktikan dibeberapa pilkada khususnya di Indonesia timur, PKS dan PAN yang notebene adalah berideologi Islam harus melakukan koalisi partai politik dalam mendukung salah satu calon kepala daerah disana meskipun non muslim seperti Amos Yikwa-Robeka Enembe di Tolikara, Befa Jogibalom  di Lannya Jaya, Yuni Wonda di Puncak Jaya dan Yarius Gwijangge di Nduga.

Maka diakhir tulisan ini, penulis menyarankan kepada pemerintah untuk memberlakukan pesona non grata kepada Benedict Rogers sebagaimana yang pernah diberikan oleh pemimpin  Iran kepada Salman Rusdie atas tulisannya dengan judul ayat-ayat syetan atau persona non grata yang diberikan kepada Deputi Perdana Menteri Rusia, Dmitry Rogozin yang dilarang masuk ke wilayah Republik Moldova. Pemerintah Moldova beralasan, Rogozin telah melontarkan komentar penghinaan dalam sebuah wawancara dengan sebuah saluran televisi Rusia.

Hal ini agar dapat sebagai peringatan bahwa penelitian yang parsial kemudian di publikasikan akan sangat berbahaya terkait dengan pandangan negara-negara lain kepada negara yang menjadi obejk penelitian yang parsial tersebut. Sehingga kedepan para peneliti hendaknya lebih berhati-hati dalam mempublikasikan hasil penelitiannya khususnya terkait dengan hal-hal yang sensitif dan berhubungan dengan kondisi suatu negara.

ENGLISH TRANSLATION

Opinion/Response to the article written by Benedict Rogers about “Indonesian Pluralism Is Not Only in Danger But Also in Support of Life."

Along with the times, the development of modern technology has made everyone and all circles free to have opinions either directly or through writing. One of the articles written by Benedict Rogers entitled "Indonesian Pluralism Is Not Only in Danger But Also in Support of Life" . Since the article hasn’t gone through deep research which result in a premature opinion .  This acticle can be used as comparison ,because it is not in accordance with the personality of the Indonesian people, especially Muslims who prefer peace with the motto "Bhineka Tunggal Ika." 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: