Proses Negosiasi Makna Dalam Interaksi di Kelas Pembelajaran Bahasa Inggris

Proses Negosiasi Makna Dalam Interaksi di Kelas Pembelajaran Bahasa Inggris

Proses Negosiasi Makna Dalam Interaksi di Kelas Pembelajaran Bahasa Inggris--freepik

Pernyataan ini mengimplikasikan bahwa kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa (student-centered). Dengan kata lain, semua kegiatan yang dirancang harus melibatkan pembelajar dalam menggunakan Bahasa dan latihan-latihan atau aktifitas yang bermakna bagi kehidupan siswa (meaningful activities). 

Oleh karena itu, pembelajar harus diberi waktu yang cukup untuk menggunakan Bahasa dan ini dapat dilakukan dengan interaksi sesama pembelajar atau dengan guru. 

Interaksi sesama pembelajar adalah salah satu strategi yang dapat digunakan agar kesempatan yang cukup (sufficient time) untuk menggunakan Bahasa yang sedang dipelajarinya dapat terpenuhi secara optimal. 

Brown (2001) mengatakan bahwa interaksi adalah percakapan antara dua orang atau lebih yang membicarakan sesuatu. 

Artinya dalam interaksi tersebut pembelajar berusaha agar dia paham dan dipahami. 

Dalam kaitan dengan ini, aktivitas atau kegiatan yang diberikan harus yang bermakna bagi pembelajar, yakni yang sesuai dengan kehidupan nyata para pembelajar. 

Terkait dengan ini, telah banyak penelitian yang dilakukan dengan memfokuskan bagaimana usaha-usaha yang dilakukan agar pembicara saling memahami ketika terjadi interaksi baik interaksi antara native speaker dan non-native speaker maupun sesama non native speaker. 

Hasil penelitian Pica (1994) menunjukkan bahwa native speaker banyak melakukan confirmation checks dalam bentuk correction, karena non native speaker banyak melakukan kesalahan pengucapan kata. Dengan demikian, non -native speaker memperoleh input untuk perkembangan kualitas bahasanya. Demikian pula halnya ketika sesama non native speaker (pembelajar) melakukan interaksi. 

Pembelajar berusaha mengutarakan idenya dengan menggunakan Bahasa Bahasa Inggris (Jungmi , 2003); Yazigi dan Seedhouse (2005); Yufrizal , 2007) ; Bower dan Kawaguchi (2011) Samani, dkk ( 2015). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajar berusaha untuk saling memahami pesan yang disampaikan.

Namun, hasil penelitian Nurazizah,dkk (2018). menyatakan bahwa ketika guru memberikan tugas kelompok kepada pembelajar Malaysia, mereka cenderung melakukan code-mixing (Inggris dan Melayu). 

Dengan demikian dia menyimpulkan bahwa proses negosiasi makna kurang memberikan kontribusi untuk perkembangan bahasanya. Berbeda dengan hasil penelitian Flora (2016), dan Flora, dkk (2020;2021). Dengan mengelompokkan pembelajar yang memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang baik dan kurang baik, hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajar sangat aktif selama diskusi. 

Berdasarkan hasil interview, pembelajar yang memiliki kemampuan bahasa Inggris lebih rendah memperoleh input untuk perkembangan bahasanya karena lawan bicaranya (interlocutor) memberikan bantuan apabila dia mengalami kesulitan untuk mengutarakan idenya, terutama dalam unsur kebahasaan, seperti kosa kata, tatabahasa dan pengucapan. Sedangkan pembelajar yang memiliki kemampuan bahasa Inggris lebih tinggi mengatakan

bahwa dia sangat senang dengan kegiatan tersebut karena memiliki kesempatan yang banyak untuk mengekspresikan idenya dan dapat membantu temannya apabila mengalami kesulitan dalam mengungkapkaan idenya. 

Dalam hal ini, apa yang dikatakan oleh Krashen (1985, 1994, 2003), yakni i+1 dapat terpenuhi dan output hypothesis oleh Swain ( 1985), yakni pembelajar juga dapat memperoleh input dari outputnya dengan adanya koreksi dari pendengar (interlocutor). 

Input berupa koreksi dapat dilakukan selama kegiatan berbicara maupun maupun tulisan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: