Soal HIV Aids, IDI Lampung Sebut Bakal Menunggu Survey Kemenkes RI
Ilustrasi HIV.-Pixabay-
RADARLAMPUNG.CO.ID - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Lampung menyebut pihaknya bakal menunggu Survey Kesehatan Indonesia (SKI) dalam menanggapi kasus HIV Aids di Provinsi Lampung.
"Jika 2.500 itu anak-anak berarti mereka terlahir dari orang tua yang hidup dengan HIV Aids, karena faktor penyebab pertama itu didapatkan penyakit dan kedua adalah bawaan lahir," kata Ketua IDI Lampung dr. Josi Harnos, Rabu, 20 Desember 2023.
Menurutnya, harus ada perbandingan mana saja kalangan yang terbanyak terindikasi virus HIV sehingga bisa ditentukan penyebab atau trend peningkatan itu bisa terjadi.
"Menurut saya harus dipilah dahulu dari sisa 4 ribu sekian datanya, berapa persen laki-laki dan berapa persen perempuan. Karena itu penting untuk mereflesikannya, lalu melihat trend saat ini," ungkapnya.
BACA JUGA:Rektor Unila dan Gubernur Lampung Panen Perdana Kedelai di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian
Tapi secara umum, di beberapa tempat itu ada karena perubahan trend gaya hidup.
"Saya tidak mau bilang ini menyimpang, terserah bagaimana orang menyikapi itu. Tapi tingkat LSL atau lelaki suka lelaki meningkat trendnya, saya menemukan kasusnya seperti itu," ungkapnya.
"Makanya kita harus tau dari data itu berapa laki-laki dan berapa perempuannya, agar bisa mendeskripksikan adanya trend ini atau tidak di Lampung," sambungnya.
Semisal pada suatu tempat itu didominasi LSL, menurutnya upaya yang dilakukan yakni dengan mempertanyakan langsung kepada orang dengan HIV terkait.
BACA JUGA:Dishub Lampung Utara, Cek Kondisi Angkutan Umum
"Apakah mereka bagian LGBT atau bukan bagian itu, dari kejujuran itu kita bisa menyimpulkan akar masalahnya," imbuh dia.
Data saat ini, kata dia, adalah ouput dari masalah yang masih diproses dan dianalisis guna mendapatkan akar masalah.
"Bisa jadi trending LGBT yang membuat tingkat penularannya tinggi. Kalau persentase ODA sudah diketahui, kita bisa tahu apa penyebabnya, misal faktor lingkungan, atau kita kehilangan moral, itu yang harus diperbaiki," jelasnya.
Kata Josi, saat ini yang harus dilakukan bukanlah mengecam, atau mendiskriminasi ODA. Sebab, menurutnya faktor terkait bukan hanya pada kesehatan saja, bisa jadi pada pendidikan, sosial, dan lainya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: