Perubahan-perubahan tersebut pada gilirannya membuka mata yuris tentang terjadinya tekanan dan beban-beban permasalahan baru yang harus dihadapi oleh system hukum dan karena itu dibutuhkan suatu peninjauan kembali terhadap hukum dan sekalian lembaganya.
Hukum tidak dapat mempertahankan lebih lama politik isolasinya dan menjadikan dirinya suatu institusi yang steril.
Perubahanperubahan dalam masyarakat tentu saja dihadapkan pada tradisi dan pemikiran yang sudah mapan, niscaya menimbulkan situasi-situasi konflik.
Keadaan seperti itu ditunjuk sebagai factor yang mendorong kehadiran sosiologi hukum.
Selain itu, hukum alam juga merupakan basis intelektual dari sosiologi hukum. Hal ini terjadi karena teori tersebut dapat diibaratkan menjadi jangkar dari hukum modern yang semakin menjadi bangunan yang artificial dan teknologis.
Teori hukum alam selalu menuntun kembali semua wacana dan institusi hukum kepada basisnya yang asli, yaitu dunia manusia dan masyarakat.
Ia lebih memilih melakukan pencarian keadilan secara otentik daripada terlibat ke dalam wacana hukum positif yang berkonsentrasi pada bentuk, prosedur serta proses formal dari hukum. Hukum alam tidak dapat dilihat sebagai suatu norma yang absolute dan tidak berubah.
Seperti dikatakan di atas, ia mencerminkan perjuangan manusia untuk mencari keadilan, sesuatu yang mungkin tidak ditemukan secara sempurna di dunia ini. Norma hukum alam, kalau boleh disebut demikian, berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan cita-cita keadilan yang wujudnya berubah-ubah dari masa ke masa. Dengan demikian, sesungguhnya keadilan merupakan suatu ideal yang isi konkretnya ditentukan oleh keadaan dan pemikiran jamannya.
Dari perjalanan sejarah tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa hukum itu sepenuhnya merupakan produk dari masyarakatnya yang tidak mudah untuk direduksi ke dalam peraturan perundangan.
Sumbangan besar hukum alam terhadap sosiologi hukum alam terletak pada pembebasannya dari hukum positive.
Sosiologi hukum mewarisi peran pembebasan itu, oleh karena itu, ia selalu mengaitkan pembicaraan mengenai hukum kepada basis hukum tersebut. Baik itu berupa perilaku manusia maupun lingkungan sosial.
Hal lain yang juga mempengaruhi munculnya sosiologi hukum adalah filsafat hukum. Filsafat hukum mempunyai sahamnya tersendiri bagi kelahiran sosiologi hukum.
Pemikiran filsafat selalu berusaha untuk menembus hal-hal yang dekat dan terus menerus mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang tuntas (ultimate).
Oleh karena itu, filsafat hukum jauh mendahului sosiologi hukum apabila ia mempertanyakan keabsahan dari hukum positif.
Pikiran-pikiran filsafat menjadi pembuka jalan bagi kelahiran sosiologi hukum, oleh karena secara tuntas dan kritis, seperti lazimnya watak filsafat, menggugat system hukum perundangundangan sebagaimana disebut di atas.
Pikiran filsafat tersebut juga dapat dimulai dari titik yang jauh yang secara tidak langsung menggugat hukum positif.