Sementara, untuk 1 hektare lahan singkong rata-rata menghasilan 20 ton. Sedangkan, harga singkong saat ini Rp 900 per kg.
Itu belum termasuk potongan kadar air dan kotoran (refraksi) yang mencapai 25–30 persen.
Kemudian, biaya olah tanah, biaya cabut dan transportasi.
“Bila menggunakan pupuk nonsubsidi, maka hasil yang diterima petani sangat kecil,” papar Ali Usman.
BACA JUGA:Tahun Ini BPJN Lakukan Penanganan Sejumlah Jalan, Salah Satunya By Pass Soekarno-Hatta
Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, kini Ali Usman mulai beralih menggunakan pupuk organik cair.
“Dengan menggunakan pupuk organik cair ternyata harganya lebih terjangkau dan irit serta ramah lingkungan,” lanjut Ali Usman.
Meski baru sekali aplikasi menggunakan pupuk organik cair, ternyata pertumbuhan tanaman singkongnya yang belum genap berusia 1 bulan setelah tanam sangat bagus.
“Petani di daerah lain yang telah menggunakan pupuk organik cair seperti yang saya gunakan hasil panennya meningkat. Saya yakin hasil panen tamanan singkong saya juga akan meningkat,” imbuh Ali Usman.
BACA JUGA:NV Sulida Bebaskan Puluhan Hektare untuk Warga di Desa Natar
Diberitakan sebelumnya, dari tahun ke tahun, ketersediaan pupuk bersubsidi bagi para petani selalu mengalami kendala.
Sebab, alokasi pupuk bersubsidi selalu lebih rendah dari kebutuhan.
Akibatnya, petani selalu kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi saat memasuki musim tanam.
Terlebih bagi para petani singkong, sebab saat ini tidak lagi mendapatkan alokasi pupuk bersubsidi.
Itu menyusul terbitnya Pementan nomor 10 tahun 2022 tentang tata cara penetapan alokasi dan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi sektor pertanian.