Saya pun ikut mereka-reka siapa pimpinan itu. Kalau yang dimaksud pimpinan adalah Kajati, maka timbul pertanyaan apa Kajati tidak dilaporkan sebelum kasus itu diekspos ke media.
Bukankah itu ekspose dilakukan dalam sebuah konferensi pers.
Artinya, inisiatif dari pihak Kejati. Sehingga banyak wartawan yang hadir.
Beda halnya jika pengungkapan kasus itu atas pertanyaan satu atau dua wartawan.
Sehingga bisa jadi belum dikoordinasikan dengan pimpinan.
Nah, jika konferensi pers itu atas sepengetahuan pimpinan tertinggi, yakni Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung, maka publik akan menerka itu atas permintaan pimpinan yang lebih tinggi lagi. Maka, itu pimpinan di Kejaksaan Agung.
Sebenarnya nggak penting juga siapa pimpinan itu. Sebab yang penting kasus itu tetap diusut.
Menurut saya, kasus pengungkapan dugaan korupsi di DPRD Tanggamus ini tetap menarik dan penting.
Sebab, subtansi perkaranya menyangkut dugaan penyelewengan dana perjalanan dinas (perjas) para anggota dewan tahun anggaran 2021.
Jika melihat jumlah uang yang berpotensi disalahkgunakan sebesar Rp 7,7 miliar, maka pastilah itu dilakukan oleh banyak orang.
Bisa jadi itu dilakukan bagian sekretariat, anggota dewan bahkan pimpinan dewan setempat.
Saya geleng-geleng kepala soal potensi jumlah dana yang diselewengkan.
Yakni Rp 7,7 miliar dari Rp 12 miliar anggaran yang telah digunakan.
Berarti lebih dari 60 persennya yang diduga diselewengkan. Luar biasa.
Itu baru perjas anggaran tahun 2021. Bisa diduga penyelewengan juga terjadi pada mata anggaran lain.
Misalnya, biaya makan minum, anggaran baju dinas, bahkan dana reses.