Unjuk Rasa di DPRD Bandar Lampung Memanas, Anggota Dewan: Kenaikan Harga BBM Bebani APBD

Unjuk Rasa di DPRD Bandar Lampung Memanas, Anggota Dewan: Kenaikan Harga BBM Bebani APBD

FOTO PKS LAMPUNG - Ketua Fraksi PKS DPRD Bandar Lampung Agus Djumadi.--

BANDAR LAMPUNG, RADARLAMPUNG.CO.ID - Situasi aksi menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di depan Gedung DPRD Bandar Lampung pada Rabu 7 September 2022 sedikit memanas. Ratusan massa aksi akhirnya merobohkan paksa gerbang Gedung DPRD Kota Bandar Lampung, sekitar pukul 16.10 WIB.

Kenaikan harga BBM ini juga memantik komentar dari anggota DPRD Bandar Lampung. Ketua Fraksi PKS DPRD Bandar Lampung Agus Djumadi menilai, Kenaikan harga BBM berdampak cukup signifikan bagi keuangan daerah. 

Menurut Agus, Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/PMK.07/2022 Tentang Belanja Wajib dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun Anggaran 2022  bahwa sebanyak 2% dari APBD diminta dialokasikan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT). 

Anggaran yang dialokasikan tersebut berasal dari Dana Transfer Umum (DTU). Dukungan Pemda 2% dari Dana Transfer Umum (DTU) yakni Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) untuk subsidi sektor transportasi, antara lain angkutan umum, ojek, dan nelayan, serta untuk perlindungan sosial tambahan.

BACA JUGA:Izin Pimpinan, Interupsi! Fraksi PKS Lampung Tolak Kenaikan BBM

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian juga menyebut disamping dukungan anggaran 2% DTU, Pemerintah Daerah juga bisa menggunakan dana reguler APBD berupa Belanja Tidak Terduga (BTT) untuk kepentingan pengendalian inflasi daerah.

Arahan ini sudah dilegalkan melalui SE Mendagri Nomor 500/4825/SJ 19 Agustus 2022.

Dengan peraturan-peraturan penerintah pusat diatas semakin jelas bahwa dampak kenaikan BBM ini bukan hanya pemerintah pusat yang menanggung. Namun pemerintah daerah pun harus memutar otak pergeseran anggaran. 

Dengan kata lain, ini pertanda APBN tidak kuat menahan efek kenaikan BBM maka APBD jadi sasaran pemerintah pusat untuk mengatasinya.

BACA JUGA:Memanas! Massa Aksi Robohkan Paksa Gerbang DPRD Kota Bandar Lampung

"Zaman SBY (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) naik BBM tetapi BLT ditanggung APBN. Zaman Jokowi, BBM naik tapi BLT  membebani APBD. Karena itu kami menolak kenaikan BBM ini. Pemerintah harus menghitung ulang. Karena kenaikan BBM ini memberatkan masyarakat," kata Agus.

Agus melanjutkan, langkah pemerintah menaikkan harga BBM dan mengganti dengan memberikan bantuan sosial kepada masyarakat, sangat tidak tepat. Karena pemberian bantuan sosial ini juga tidak menyasar  dan tidak mendidik masyarakat serta sifatnya tidak merata.

Bahkan cenderung membuat konflik di masyarakat yang membuat saling curiga satu sama lain akibat tidak meratanya bantuan ini.

"Menyikapi adanya bantuan sosial yang kemungkinan akan disalurkan oleh Kemensos, sampai saat ini belum ada keakuratan data penerima dan pemerataan. Jangan sampai bantuan-bantuan itu tumpang tindih, sudah dapat BPNT nanti dapat lagi BLT DD, jadi kita harus berdasarkan skala prioritas untuk yang benar-benar perlu dibantu. Dampak kenaikan BBM sangat luar biasa. Apalagi saat ini masyarakat baru bangkit dari keterpurukannya akibat pandemi Covid-19," tukas Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: