Masyarakat dan LBH Bandar Lampung Gruduk Pemprov Lampung, Minta Aturan Sewa Lahan Kota Baru Dibatalkan
Masyarakat bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung gruduk Pemprov Lampung pada Kamis, 24 November 2022.--
Dalam aksi yang dilakukan di depan pintu masuk Kantor Gubernur Lampung ini, petani yang hadir ialah petani yang mayorita berasal dari Desa Sinar Rejeki Desa Sindang Anom dan Desa Purwotani.
BACA JUGA:Ditakuti Terkena Pelet, Guru Pencak Silat di Pesawaran Cabuli ABG
Mereka menyebut bahwa aktifitas penggarapan lahan untuk pertanian di wilayah Kota Baru tidak semerta-merta dilakukan oleh masyarakat, lahan yang sebelumnya merupakan wilayah kehutanan yakni Register 40 Gedong Wani tersebut memiliki sejarah panjang yang melekat dengan masyarakat disana.
Dinamika pengelolaan lahan di wilayah Kota Baru tak terlepas dari peran masyarakat yang telah membuka lahan sejak 1960an yang kemudian pada tahun 1970 terbitlah izin pengelolaan lahan kehutanan dari Dinas Kehutanan kala itu kepada beberapa perusahaan yang salah satunya adalah PT Mitsugoro yang kemudian melakukan penanaman palawija (jagung, sorgum, dan singkong).
Hingga pada tahun 1984 PT Mitsugoro pun bangkrut dan meninggalkan lahan dengan menyisakan HGU 20 tahun, yang kemudian pengelolaan lahan dilanjutkan oleh LIPI (Lembaga limu Pengetahuan Indonesia).
Selain meninggalkan lahan, sebagian masyarakat lainnya tidak memiliki pilihan lain selain bekerja pada PT Mitsugoro dan LIPI sebagai buruh upah yang bekerja merawat tanaman pertanian milk perusahaan.
BACA JUGA:Link Streaming Qatar vs Senegal Piala Dunia 2022, Laga Hidup Mati Tuan Rumah
Reformasi 1998 menjadi titik balik masyarakat untuk melakukan reclaiming atau penguasaan lahan kembali di wilayah itu.
Tahun 2001 nyarakat juga sempat dilibatkan dalam pembinaan oleh pemerintah melaka Gerakan Nasional rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN), bahwa masyarakat melakukan penanaman tanaman tajuk tinggi, tajuk rendah dan tajuk sedang sebagai bentuk rehabilitasi Kawasan hutan.
Aktifitas penggarapan tersebut terus dilakukan hingga hari ini meskipun dalam perjalannya pada tahun tahun 2011 Pemerintah Provinsi Lampung menetapkan kebijakan pembangunan kota baru untuk pusat pemerintahan Provinsi Lampung seluas 1300 Ha, melalui Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Lampung Tahun 2009 Sampai Dengan 2029.
Wilayah yang tadinya merupakan bagian dari kawasan hutan Register 40 tersebut dialih fungsikan dan ditukar guling dengan wilayah di Daerah Tulang Bawang dengan dalih pembangunan ibu kota batu bagi Provinsi Lampung.
BACA JUGA:Ratusan Pendaftar Panitia Pemilihan Kecamatan Lampung Timur, Diterima Segini
Penolakan terhadap upaya sewa paksa lahan tersebut sebelumnya pernah dilakukan pada tahun 2014, dimana masyarakat juga pernah ditodong oleh Pemerintah Provinsi untuk melakukan sewa lahan yang selama puhan tahun sudah mereka garap kepada Pemerintah.
Adapun protes ini dilakukan kembali hari ini karena terbitnya Surat Keputusan Gubernur Nomor G/293/V1.02/HK/2022 tentang Penetapan Sewa Tanah Kotabaru Yang Belum Dipergunakan Untuk kepentingan Pembangunan Provinsi Lampung pada tanggal 22 April 2022 masyarakat penggarap dipaksa membayar uang sawa sebesar Rp. 300 (Tiga Ratus Rupiah) per meter untuk satu tahun.
Adapun yang menjaci dasar dilakukan penolakan kembali terhadap kebijakan yang kali ini lahir dan Gubernur Arinal Djunaidi hari ini adalah besarnya uang sewa ditengah keadaan ekonomi pasca pandemi ditambah dengan naiknya harga BBM saat ini sangat berdampak bagi masyarakat, belum lagi pupuk yang sulit dis dan harga singkong yang terbilang murah yakni Rp. 1.200 per/kilo, Itupun masih harga kotor belum dipotong kadar air 40%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: