Rektor Unila Kukuhkan Dua Guru Besar Hukum, Ini Judul Orasi Ilmiahnya
Guru besar Universitas Lampung (Unila) bertambah. Ini setelah Rektor Prof.Lusmeilia mengukuhkan dua guru besar di bidang Hukum.--
BACA JUGA:Guru Besar Universitas Lampung Bertambah Dua Dari Fakultas Hukum
Kemudian, memperkuat kerja sama internasional, membangun digital identification system yang mutakhir, pemberdayaan teknologi pada setiap instansi yang berkaitan dengan pencucian uang, serta aturan khusus tentang cyber laundering.
Selanjutnya, Prof. Dr. Nunung Rodliyah, M.A., dengan orasi ilmiahnya berjudul Peran Hakim Peradilan dalam Mewujudkan Keadilan Substantif: Perspektif Islam menguraikan, Islam memberikan konsekuensi besar bagi seorang hakim.
Dia menjelaskan, menurut Islam, seorang hakim yang adil dan jujur akan mendapatkan surga yang penuh dengan kenikmatan, sedangkan seorang hakim yang zalim dan curang akan mendapatkan neraka yang penuh dengan siksaan. Siksaan itu tidak akan berkurang sedikit pun selama-lamanya.
Maka bagi kaum muslim, menjadi hakim merupakan amanat yang harus diemban dengan hati-hati karena keputusannya akan mempengaruhi kehidupan akhirat mereka.
BACA JUGA:Bacaan Doa Menyembelih Hewan Kurban Dan Tata Caranya Dari Ustadz Adi Hidayat
"Keputusan tersebut haruslah sangat berhati-hati dan sesuai dengan ajaran Islam,"ucap Nunung.
Di Indonesia, sambung Nunung, negara hukum yang mayoritas penduduknya beragama Islam, peran hakim peradilan sangat penting.
Hakim peradilan memiliki otoritas dan konsekuensi yang besar sebagai agen hukum dalam masyarakat.
"Peran hakim peradilan tidak hanya melihat dari sisi hukum formal melainkan harus melihat keadilan substantif berdasarkan hati nurani hukum Allah subhanahu wa taala. Didukung semangat cita-cita Pancasila, hakim dalam memutus perkara harus menyelaraskan nilai masyarakat yang bertuhan, adil, dan berperikemanusiaan," bebernya.
BACA JUGA:Pemprov Lampung Klaim Kondisi Inflasi di Lampung Masih Aman
Putusan hakim di pengadilan, idealnya harus mencerminkan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan, di mana ketiganya harus dilaksanakan secara kompromi yaitu menerapkan secara berimbang dan proporsional.
Dengan kata lain, pemaknaan keadilan substantif berarti hakim bisa mengabaikan bunyi undang-undang jika undang-undang tidak memberikan rasa keadilan, tetapi tetap berpedoman pada formal prosedural undang-undang yang memberikan kepastian hukum.
"Melihat dari perspektif hukum Islam, hukuman bagi hakim yang lalai menjalankan tugasnya telah tertuang dalam HR. Ibnu Majah, nomor 2315, Tirmizi, nomor 1322, Abu Dawud, nomor 3573," katanya.
Menurutnya, Kondisi ini menjadi kritik keras guna percepatan peningkatan moral, integritas, peradaban, sebagai ujung tombak terwujudnya keadilan suatu perkara, yang berdampak pada implementasi cita bangsa, pemulihan marwah aparat penegak hukum, serta tanggung jawab pribadi hakim pada nilai fundamental agama yang diemban.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: