Jangan Lupa Berolah Sastra
![Jangan Lupa Berolah Sastra](https://radarlampung.disway.id/upload/20832847c1db502650a9ed568b2dceb9.jpg)
Prof Muhammad Fuad saat membacakan orasi ilmiah dalam pengukuhan guru besar FKIP Unila November 2022. -Melida Rohlita/radarlampung.co.id-
Kalau tidak salah, di berbagai kantor milik pemerintah maupun swasta telah lama ada program senam sehat, senam poco-poco, atau olah raga ringan lainnya, yang dikuatkan dengan slogan mens sana in corpore sano (di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat).
Ini berarti jika seseorang ingin memiliki jiwa yang kuat, yang bersangkutan harus berusaha memiliki tubuh yang sehat. Jika untuk memiliki tubuh yang sehat itu perlu mengatur pola makan, berolah raga, dan sebagainya, berarti orang yang menginginkan tubuhnya sehat itu perlu mengatur pola makan, berolah raga, dan sebagainya.
Sejalan dengan uraian di atas, kiranya dapat dibangun dan dikembangkan logika berpikir ekspansif-imajinatif, bahwa sangat mungkin untuk membangun jawa yang kuat sebenarnya seseorang tidak cukup hanya mengatur pola makan dan berolah raga, tetapi perlu juga piknik atau rekreasi.
Dalam hal ini, rekreasi alternatif yang dapat dipilih adalah berolah sastra. Apalagi berolah sastra profetik.
Sastra profetik merupakan tangkapan sastra terhadap realitas, dalam arti, sastra profetik tidak hanya menyerap dan mengekspresikan sesuatu, tetapi juga memberi arah realitas.
Jadi, sastra profetik merupakan sastra dialektik karena berhadap-hadapan dengan realitas, melakukan penilaian dan kritik sosial-budaya secara beradab, dan terlibat dalam sejarah kemanusiaan.
Dalam hal ini, sastra profetik tetap saja harus dipahami hanya bisa berfungsi sepenuhnya jika dia sanggup memandang realitas dari suatu jarak. Dengan demikian, sastra membawa manusia bisa bermigrasi dari belenggu realitas untuk membangun realitasnya sendiri.
Realitas sastra adalah realitas simbolik, bukan realitas aktual dan historis. Melalui simbol itulah sastra memberi arah dan melakukan kritik terhadap realitas sebagai bagian dari collective intelligence (Kuntowijoyo, 2013).
Itulah sebabnya, melalui tulisan ini penulis menawarkan pemikiran mengenai betapa pentingnya berolah sastra agar seseorang bisa memiliki jiwa yang kuat, bisa berkehidupan normal, sehingga berhasil menggapai kesuksesan dan merasakan kebahagiaan dalam menjalani kehidupan sosial di alam dunia ini.
Hal ini mengingat bahwa teks sastra pada umumnya mengemban fungsi dulce et utile alias ‘berguna atau memberi manfaat dan menghibur atau menyenangkan (Luxemburg, 1989).
Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis memilih ungkapan “jangan lupa berolah sastra” sebagai judul tulisan ini. Adapun, yang dimaksud dengan berolah sastra di sini adalah melakukan aktivitas membaca (dalam arti luas) dan/ atau menulis teks sastra seperti puisi, prosa, atau drama yang benar-benar mengemban fungsi dulce et utile.
B. Sastra Itu Menghibur dan Berhikmah
Secara teoretik, yang dimaksud sastra sebagai hiburan di sini adalah karya sastra yang menyajikan sebuah teks atau tulisan lengkap, baik dalam wujud puisi, cerita rekaan, maupun drama, yang isinya dapat menghibur atau menyenangkan hati pembaca sekaligus memberikan permainan mental yang mengasyikkan dalam batin pembaca. Artinya, dengan membaca puisi atau cerita fiksi, misalnya, seseorang dapat peluang besar untuk merasa terhibur.
Hal ini sejalan dengan pendapat Horatius, bahwa tujuan penyair menulis sajak adalah memberi kenikmatan batin dan berguna (dulce et utile).
Di sisi lain, sesuatu yang menimbulkan nikmat atau kenikmatan itu secara simultan bisa juga memberi hiburan, di samping menyenangkan, menenteramkan, dan bahkan menyejukkan hati orang yang sedang dilanda kesusahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: