Wayan meminta sertifikat tanah itu dibatalkan. "Saya ingin memastikan sertifikat tanah itu dibatalkan. Saya juga ingin memastikan agar masyarakat cepat dapat sertifikat," tegasnya.
Anggota Komisi III DPR RI Supriansa meminta BPN dalam tugas dan fungsinya harus melihat dan membaca baik-baik PP No. 24/1997.
''Dalam aturan itu dijelaskan, kalau ada masyarakat berdomisili di satu tempat walaupun surat tanah tidak ada, tapi sudah menguasainya lebih dari 20 tahun, maka diberikan kesempatan untuk meningkatkan haknya. Jika dalam bentuk sporadik, maka harus menjadi sertifikat. Hal itu berlaku diseluruh Indonesia," ungkapnya.
Sedangkan Kapolda Lampung Irjen Pol. Akhmad Wiyagus menegaskan dalam hearing bahwa pihaknya berkomitmen mengungkap kasus ini.
BACA JUGA:IMPM Lampung Bangun Generasi Maritim yang Unggul, Berkarakter dan Berwawasan Global
"Kami komitmen mengungkap kasus ini dan tidak ada intervensi dari siapa pun. Kalau ada, saya atensikan ke Dirreskrimum untuk membuktikan siapa yang harus bertanggung jawab. Kami juga komitmen menyelesaikan penyidikan secara tuntas!" tegasnya.
Sementara itu, Kajati Lampung Nanang Sigit Yulianto menyatakan enam sertifikat tanah itu memang atas nama oknum jaksa.
''Ini akan kita perdalam dalam persidangan. Nama jaksa itu juga akan dilakukan pemeriksaan intern. Besok pagi kita keluarkan surat perintah pemeriksaan," ujarnya.
Oknum jaksa AM, kata Nanang, dulu dinas di Lampung. "Dulu di sini. Tapi sekarang sudah pindah ke Palembang," ungkapnya.
Dalam hearing diungkapkan anggota Komisi III DPR RI bahwa masyarakat Malangsari pernah mengajukan program PTSL pada 2020, namun ditolak oleh BPN. Alasannya tanah berstatus register. Tiba-tiba muncul sertifikat tanah yang dikuasi oleh oknum jaksa AM.
BACA JUGA:Sosialisasi Pembangunan Masjid Raya, Pemprov Lampung Gandeng Berbagai Kalangan
Diketahui tanah yang disengketakan di Desa Malangsari seluas 10 hektare dan ditempati 55 kepala keluarga. Dalam kasus ini, Polda Lampung telah menetapkan lima tersangka. (Sya)