Meski dibutuhkan beberapa waktu, akhirnya putranya turun dengan menggunakan PDH lengkap dan rapih.
“Mungkin saja, bila tidak ada ada orang tua yang menjemput, anak kami belum pulang sampai larut malam, dan dak tau apa jadinya,” ujar salah satu ibu korban kepada Radar Lampung.
Menurut pengakuan dari salah satu korban, dirinya sudah diminta untuk bergabung menjadi anggota kontingen.
BACA JUGA: Komandan Yonif 143/TWEJ Dari Masa ke Masa, Ada yang Jadi Pangdam dan KASAD
Tetapi dia dan juga kawan-kawannya memang enggan menjadi anggota kontingen.
Lalu pertanyaannya, mengapa tidak mau? Apa susahnya masuk ke dalam kontingen tersebut? Dan mengapa para senior selalu berusaha agar semuanya tergabung dalam kontingen?
Berikut penelusuran Radar Lampung dari berbagai sumber.
Tidak masuk ke dalam kontingen adalah hal yang “menyenangkan”, terutama saat mereka masih berstatus sebagai mahasiswa IPDN.
BACA JUGA: Bertema Dokter, Ini Rekomendasi Drama Korea yang Bisa Membantu Kamu Tahu Informasi Tentang Medis
Karena antara senior dan yunior seperti tidak ada ikatan yang mengharuskan ini dan itu.
Sebagai contoh, minta dibelikan oleh-oleh, setiap habis masa libur dan pelesiran dan permintaan senior hukumnya wajib dituruti.
Bahkan sampai setelah lulus dan pulang ke daerah, senioritas tetap berjalan.
“Anak saya pernah diminta malam-malam ke rumah seniornya. Ternyata sampai di rumahnya disuruh setrikain baju seniornya,” ujar ibu salah satu purna praja dengan nada kesal.
BACA JUGA: Daftar Komandan Korem 043/Garuda Hitam Dari Masa ke Masa, Terakhir Dipimpin Jenderal Kopasus
Masih banyak cerita lainnya, dan berkaitan dengan materi.
“Senior minta tolong belikan ini, belikan itu, ambil cucian di laundry dan lain lain. Tetapi tidak pernah memberi uangnya. Jadi kita yang harus membayarnya,” kata seorang wanita yang merupakan purna praja.