Hal ini disampaikan oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Profesor Wardiman Djojonegoro.
Pangeran Diponegoro disebut merasa sakit hati terhadap bangsa kolonial Belanda dan keraton.
Mereka menyebut bahwa kekecewaan itu muncul karena Pangeran Diponegoro ditolak menjadi raja.
Padahal perlawanan yang dilakukan oleh Diponegoro semata-mata hanya ingin membebaskan penderitaan rakyat miskin.
Ia merasa kasihan terhadap rakyat miskin yang harus menelan pahitnya hidup akibat sistem pajak Belanda.
Selain itu perlawanan Diponegoro ini juga dengan tujuan membebaskan istana dari madat.
Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo dan membuat markas di Gua Selarong.
Hal ini dilakukan atas saran dari sang paman, G.P.H. Mangkubumi.
BACA JUGA: Mudah Banget, Ini 4 Cara Menebalkan Rambut Tipis untuk Pria
Keputusan dan juga sikap menentang Belanda secara terang-terangan ini membuatnya mendapatkan dukungan dan simpati dari rakyat.
Rakyat mendukung sekaligus bersimpati atas keputusan dan sikap yang diambil oleh Diponegoro.
Pangeran Diponegoro juga menyatakan bahwa perlawanannya adalah ‘Perang Salib’.
Ini adalah upaya perlawanan menghadapi kaum kafir yaitu pemerintahan kolonial Belanda.
BACA JUGA: 15 Jenis Bunga Bougenville yang masih Jarang di Indonesia, Ada Pemilik Daun Albino
Semangat perang yang dikobarkan Diponegoro rupanya membawa pengaruh yang luas ke berbagai wilayah seperti Pacitan dan Kedu.