Dari Lapak ke Kios Ramai: Perjalanan Mas Yun Membangun Toko Sinaryo Berkat KUR BRI
Penampakan Toko Sinaryo di Pasa Tugu, Kota Bandar Lampung yang terus berkembang berkat KUR dari BRI.---Foto: Prima Imansyah Permana/ Radarlampung.co.id.---
Di Toko Sinaryo, transaksi bukan sekadar jual beli. Ada hubungan lama antara pedagang dan pelanggan—rasa saling percaya yang dibangun selama bertahun-tahun.
Posisi Toko Sinaryo sebenarnya cukup strategis: berada di bagian depan bangunan utama Pasar Tugu, tepat di lantai dasar, sisi kanan tangga.
Namun saat ini wajah kios itu sedikit tertutup oleh pedagang kaki lima yang “menghuni” area parkir di depannya.
Lapak-lapak berpayung terpal biru dan oranye berdiri rapat, membuat kios-kios resmi seperti Toko Sinaryo tidak terlihat dari jalan raya.
Namun, itu sama sekali tidak mengurangi ramainya pembeli.
Seolah meski tertutup tenda-tenda, magnet Toko Sinaryo tetap memancar. Setiap beberapa menit, selalu ada pembeli yang datang—baik pelanggan lama maupun orang-orang yang sekadar melintas.
Rak-rak di dalam toko tampak penuh. Minyak goreng tersusun dalam kardus, bungkusan gula dan beras ditumpuk rapi, sementara renteng bumbu instan menggantung memenuhi dinding.
“Ini salah satu toko sembako terlengkap di Pasar Tugu,” ujar salah satu pembeli yang ditemui reporter. “Apa saja ada. Harganya juga stabil.”
Keberhasilan ini tidak terjadi dalam semalam. Mas Yun memulai semuanya dari nol.
“Dulu saya hanya ikut orang tua berdagang. Belajar sedikit-sedikit dari mereka. Lalu nekat buka lapak sendiri, tapi masih di pinggiran pasar,” kenangnya.
Lapak itu hanya berupa meja kayu sederhana. Atapnya dari terpal yang dipasang seadanya. Saat hujan turun, dagangan harus cepat-cepat ditutupi plastik. Saat angin kencang, terpal bisa melayang.
Tahun 2018 menjadi titik penting. Usia Mas Yun mencapai 55 tahun—waktu pensiun dari pekerjaannya sebagai karyawan swasta. Bersama istrinya, ia memutuskan fokus penuh berjualan sembako.
“Kalau mau usaha berkembang, memang harus berani pindah ke kios. Biar pembeli tahu kita serius dagang,” ujar Mas Yun.
Dengan tabungan yang terbatas, ia memberanikan diri menyewa kios di bagian depan pasar. Tetapi memasuki kios resmi artinya membutuhkan modal jauh lebih besar untuk stok barang.
Itu saat pertama kali ia mengenal Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
