Kejari Ajak Radar Lampung Beri Masukan Program Restoratif Justice

Kejari Ajak Radar Lampung Beri Masukan Program Restoratif Justice

Kajari Bandar Lampung Helmi Hasan saat mengunjungi kantor Radar Lampung. Foto Anca/Radarlampung.co.id--

RADARLAMPUNG.CO.ID - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandar Lampung mengundang Radar Lampung untuk memberikan masukan terkait dengan program Restoratif Justice yang kini sedang digaungkan Korps Adhyaksa. 

Hal itu diungkapkan oleh Kajari Bandar Lampung Helmi Hasan ketika mendatangi Graha Pena Radar Lampung, Kamis 7 Juli 2022.

Helmi mengaku perlunya masukan dari akademisi dan juga masyarakat yang dalam hal ini diwakili media massa. "Di Hari Adhyaksa nanti kami mengadakan sosialisasi peraturan jaksa agung tentang Restoratif Justice pada 14 Juli," ucapnya.

Ia pun rencananya menggandeng UIN Raden Intan sebagai akademisi.

BACA JUGA:Jadi Korban Kebakaran, Nek Ngadinem: Yang Selamat Cuma Al Quran, Sajadah, dan Mukenah yang Saya Pakai

"Tidak lengkap rasanya jika tidak ada dari masyarakat yang diwakili media. Karena itu, saya minta Radar Lampung hadir dalam diskusi ini sebagai perwakilan dari masyarakat," kata Helmi di hadapan Pemimpin Redaksi Radar Lampung Taufik Wijaya dan Wakil Pemimpin Redaksi Radar Lampung Abdul Karim. 

Menurutnya, perlu sinergitas antara kejaksaan dan media sebagai kontrol kejaksaan.

"Kami meminta dukungan dalam bentuk positif. Artinya kita butuh kontrol. Karena kami kalau sendiri tidak bisa apa-apa. Kita harus sinergi. Masukan-masukan  itu yang kami butuhkan," sambung Helmi Hasan. 

Helmi mengatakan, masih banyak yang belum tahu apa itu restoratif justice, karenanya butuh bantuan media untuk mensosialisasikannya.

BACA JUGA:Selesai Pendidikan Bintara Polri, 34 Orang Ditempatkan di Luar Lampung

Mantan Kabid IV Pusat Pemuda Aset Kejaksaan Agung ini mengatakan, tak semua kasus bisa diajukan ke dalam restoratif justice. Contohnya kasus narkoba, asusila, dan korupsi uang tidak bisa.

"Usulan restoratif justice itu kita ajukan ke jaksa agung sebagai penuntut tertinggi. Jadi hanya jaksa agung yang bisa menghentikan penuntutan. Baru kemudian dilimpahkan ke jaksa agung pidana umum," beber Helmi. 

Syarat diterimanya restoratif justice, kata Helmi, salah satunya harus ada perdamaian antara korban dan tersangka. Lalu ancaman hukuman di bawah lima tahun.

"Kita pernah ajukan kasus pencurian alat bengkel. Tapi jaksa agung tidak mengabulkan (restoratif justice), meskipun sudah ada perdamaian antara korban dan tersangka. Itu karena ada pelaku lain yang DPO dan ancaman pasal 363 KUHP di atas lima tahun. Artinya restoratif justice ini syaratnya sangat ketat," jelas Helmi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: