Sebelumnya, akademisi Universitas Lampung (Unila), Prof. Marselina, menilai bahwa UMP 2026 idealnya tidak mengalami kenaikan mengingat kondisi ekonomi yang masih tertekan.
“Hal ini pisau bermata dua. Ini memang dilema. Upah tidak naik, namun pemerintah bisa memberikan tambahan insentif atau keringanan,” jelasnya kepada Radarlampung.co.id, Senin 1 Desember 2025.
Menurutnya, solusi yang dapat diberikan pemerintah antara lain keringanan biaya pendidikan, kesehatan, pangan, hingga subsidi listrik, sebagai kompensasi jika UMP tidak dinaikkan.
“Jika kondisi ekonomi sudah membaik, barulah buka peluang kenaikan UMP,” ujarnya.
BACA JUGA:Deretan Smartphone Gaming Terbaik, Dari Enty Level Hingga Performa Dewa
Ia juga menyoroti kebijakan terbaru Menteri Keuangan yang mewajibkan perusahaan menerbitkan laporan keuangan.
Transparansi ini, kata dia, bisa mendorong pembagian keuntungan yang lebih adil kepada karyawan.
Prof. Marselina menegaskan bahwa situasi ekonomi 2026 masih penuh ketidakpastian dan bahkan berpotensi memburuk.
“Permintaan agregat menurun tajam. Lihat Singapura, setiap hari ada ratusan restoran tutup karena harga sewa gedung meningkat,” katanya.
Menurutnya, kebijakan pengupahan tidak boleh hanya mempertimbangkan satu kepentingan saja, tetapi harus melihat dampak ekonomi dan sosial secara menyeluruh.
Dengan pertimbangan tersebut, ia menilai UMP 2026 sebaiknya tetap, tidak dinaikkan, untuk menjaga keberlanjutan dunia usaha sekaligus menghindari risiko PHK massal.
Prof. Marselina juga menekankan bahwa UMP pada dasarnya diperuntukkan bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun.
“Untuk karyawan yang sudah bekerja di atas satu tahun, kita dorong agar perusahaan menerapkan pengupahan berbasis skala upah,” jelasnya.
BACA JUGA:Cuaca 16 Desember, Beberapa Wilayah Bertahap Diguyur Hujan
Dengan struktur skala upah, pekerja yang masa kerjanya lebih lama dapat memperoleh penghasilan yang lebih proporsional tanpa bergantung pada kenaikan UMP.