Nasib Upah Pekerja Akibat Kenaikan Harga BBM, Ini Penjelasan Kemenaker
Statement Dita Indah Sari terkait aksi demonstrasi kenaikan upah minimum pekerja atau buruh.--
RADARLAMPUNG.CO.ID –Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) oleh Pemerintah pada 3 September 2022 lalu, nyatanya berdampak pada penyesuaian harga di sejumlah komoditas kerja.
Akibat kenaikan harga BBM, sejumlah kalangan seperti pekerja atau buruh pun menjadi pertanyaan terkait nasib upah mereka.
Sejumlah pekerja atau buruh menganggap, kenaikan upah yang tidak terlalu signifikan, akibat kenaikan harga BBM ini, malah dianggap makin membebani hidup mereka.
Puluhan ribu buruh diketahui telah menggelar aksi demonstrasi secara besar-besaran. Menolak kenaikan harga BBM sejak 6 September 2022 lalu di 33 Provinsi, di Indonesia.
Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para pekerja atau buruh ini, dengan alasan turunnya daya beli masyarakat hingga 30 persen
Sehingga kenaikan harga BBM saat ini, diperkirakan akan menurunkan kembali daya beli masyarakat hingga 50 persen.
Hal ini juga yang menjadi alasan upah buruh di beberapa daerah di Indonesia, tidak naik dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.
Para pekerja atau buruh bahkan menuntut pah minimum (UM) mereka, mulai tahun depan dinaikkan hingga angka 13 persen.
Tuntutan para pekerja atau buruh ini, akhirnya mendapatkan respons dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Diwakili oleh Staf Khusus Kementerian Ketenagakerjaan, Dita Indah Sari mengatakan upah minimum yang diberikan, bergantung dari hasil ekonomi dan inflasi.
“Kenaikan upah minimum provinsi (UMP) sudah ada formulanya. Persentasenya bergantung pada nilai inflasi atau pertumbuhan ekonomi dan nilai itu mengacu pada data BPS,” kata Staf Khusus Kementerian Ketenagakerjaan, Dita Indah Sari.
Dita juga menambahkan, kenaikan atau besaran nilai inflasi memiliki pengaruh terhadap upah minimum provinsi (UMP).
Sehingga pada kesimpulannya, upah minimum provinsi (UMP) tidak bisa naik sembarangan hanya karena kemauan salah satu pihak saja.
“Kalau nilai inflasi bessar, ya naiknya juga besar. Jadi kenaikan (UMP) bukan sesuai keinginan/kemauan salah satu pihak, pekerja, atau pengusaha,” tegasnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: