Presidensi G20 Indonesia, Momentum Pulihkan Dunia dari Krisis Global
Krisis keuangan global tahun 1997 – 1999 memicu berbagai negara maju untuk bergerak cepat mencari solusi untuk memulihkan perekonomian dunia. Negara-negara yang tergabung didalam G7--
BACA JUGA:Tekab 308 Polres Lampung Utara Bergerak, Kakak Beradik Spesialis Curas Diciduk
Invasi Rusia terhadap Ukraina membawa dampak luar biasa terhadap stabilitas ekonomi dunia. Mata dunia akan melihat KTT G20 nanti, di mana Presiden Rusia Vladimir Putin akan bertemu dengan seluruh kepala negara anggota G20. Oleh karenanya, Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Usman Kansong mengakui bahwa media asing sangat tertarik dengan sikap pemerintah Indonesia, selaku Presiden G20, dalam mengambil sikap terkait perang Rusia dan Ukraina. Sikap dunia memang terbelah, terkait kehadiran dua negara yang tengah berseteru tersebut di Presidensi G20. Isu ini menurun Usman perlu dikelola dengan baik agar pemberitaannya.
“Pemberitaannya positif atau setidaknya netral ataupun berimbang bagi Indonesia (menyikapi Rusia dan Ukraina) begitu. Dan ini saya kira tantangan-tantangan dan sekaligus peluang bagi Indonesia untuk menunjukkan leadershipnya untuk menunjukkan kepemimpinan, untuk menunjukkan presidensinya bahwa kita bisa mengelola dinamika yang terjadi di dalam konteks geopolitik,” ujar Usman.
Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah menambahkan, pemerintah harus kreatif, mengemas isu-isu G20 menjadi informasi yang menarik sehingga memantik ketertarikan media-media internasional. Berbagai strategi komunikasi publik, seperti pemanfaatan platform-platform digital menurutnya harus dilakukan secara optimal.
“Kita harus semakin sering berinteraksi dengan media, agar mereka tertarik untuk terus memberikan pemberitaan terhadap G20. Bisa juga kita mengoptimalkan peran Kantor Perwakilan di masing-masing negara peserta G20 untuk menjadi corong komunikasi kita agar media luar meliput kegiatan dan isu-isu yang berkembang selama perhelatan presidensi G20,” ujarnya.
BACA JUGA:Catat Nih, Pemkot Bandar Lampung Siap Tanggung Biaya Pengobatan Gagal Ginjal Akut Terhadap Anak
Indonesia Ramah Investasi
Presidensi Group of 20 (G20) Indonesia pada 2022 menjadi momentum pemerintah untuk menunjukkan kepada negara-negara dunia bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki daya saing dan ramah investasi.
Seperti diketahui, Presidensi G20 menjadi wadah dialog publik antara pemerintah dari negara anggota G20, pelaku usaha, serta pemangku kepentingan global untuk mengulas urgensi perdagangan dan investasi dalam mendorong perkembangan, pembangunan, serta pemulihan ekonomi global. Untuk mewujudkan negara ramah investasi, pemerintah telah melakukan sejumlah upaya. Pada regulasi, misalnya, pemerintah sudah menelurkan Undang-Undang (UU) No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dilansir dari laman bkpm.go.id, UU yang dikenal sebagai omnibus law itu dibuat untuk memperbaiki iklim investasi dan mewujudkan kepastian hukum. Dengan demikian, kebijakan horizontal serta vertikal tidak saling berbenturan dan tak ada lagi regulasi yang tumpang tindih sehingga bisa memberikan kemudahan dalam membuka usaha. Selain regulasi, pemerintah juga menjaga kondisi ekonomi agar bisa pulih selepas pandemi Covid-19. Hasilnya, kondisi makroekonomi termasuk stabil di antara negara-negara lain. Jika ditilik dari tingkat inflasi per Mei 2022 berdasarkan data yang dimuat di laman tradingeconomics.com, Indonesia merupakan negara dengan inflasi terendah keempat di antara negara anggota G20 setelah China, Arab Saudi, dan Jepang.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, keberhasilan pemerintah dalam membendung krisis ekonomi di Indonesia disumbang oleh kebijakan peningkatan alokasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) hingga lebih dari tiga kali lipat.
BACA JUGA:Simak! Ini Jadwal dan Syarat Seleksi PPPK Guru di Pesisir Barat
“Kalau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak kuat, tidak bisa melakukan fungsi sebagai shock absorber. APBN sebagai shock absorber bertujuan untuk mengendalikan inflasi, menjaga daya beli rakyat, dan menjaga momentum pemulihan," jelas Menkeu.
Dengan kondisi tersebut, tak heran Indonesia dipercaya oleh perusahaan-perusahaan global sebagai tujuan investasi, sekalipun ekonomi dunia sedang tidak stabil. Di sektor manufaktur, terdapat 10 perusahaan global tercatat sudah membenamkan modal di Kabupaten Industri Terpadu (KIT) Batang, Jawa Tengah.
Terbaru, investor dari negara anggota G20 menyatakan minat membenamkan modal di sektor pariwisata. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menyebut, para investor tersebut tertarik berinvestasi pada lima destinasi superprioritas (DSP) dan delapan kawasan ekonomi khusus (KEK) dengan investasi berbasis green tourism (ekowisata).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: