Pada ketentuan akad tijarah ini bisa dirubah menjadi akad tabarru kalau pihak-pihak yang tertahan haknya rela untuk melepaskan haknya.
Artinya, kondisi tersebut menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
Perlu diperhatikan, akad tabarru ini tidak bisa diubah menjadi jenis akad tijarah.
BACA JUGA: Cristiano Ronaldo Jawab Spekulasi Hengkang dari Al Nassr, Bakal Kembali ke Eropa?
Kelima mengatur tentang jenis asuransi dan akad
Dilihat dari segi jenis asuransi, ini terdiri dari asuransi kerugian dan asuransi jiwa.
Sedangkan akad bagi kedua jenis asuransi syariah berupa mudharabah dan hibah.
Ketentuan keenam mengatur soal premi. Di mana, pembayaran premi didasarkan kepada jenis akad tijarah dan akad tabarru.
BACA JUGA: Resmi, Universitas Aisyah Pringsewu Buka Prodi Keperawatan Program Magister
Untuk bisa menentukan besarnya premi dari sebuah perusahaan asuransi syariah, dapat menggunakan rujukan-tujukan yang sudah ditentukan.
Syarat yang harus dipenuhi, tidak memasukkan unsur riba dalam perhitungan premi tersebut.
Kemudian premi yang dibayarkan dari jenis akad mudharabah bisa diinvestasikan dan hasilnya akan dibagi-hasilkan kepada peserta asuransi.
Kemudian untuk premi yang berasal dari jenis akad tabarru bisa dibuat investasi.
BACA JUGA: Padahal Ada di Sekitar Kita, 5 Tanaman yang Bisa Sembuhkan Luka
Ketujuh, pengaturan soal klaim asuransi. Ini dibayarkan berdasar akad yang sudah disepakati kedua belah pihak sejak awal perjanjian.
Klaim tersebut bisa berbeda dalam jumlahnya. Disesuaikan dengan premi yang dibayarkan.