Elemen Masyarakat Desak APH Tindaklanjuti Kasus Dugaan Raibnya Anggaran BUMDes

Elemen Masyarakat Desak APH Tindaklanjuti Kasus Dugaan Raibnya Anggaran BUMDes

Kantor Desa Kalibalangan Kecamatan Abung Selatan, yang diduga dana BUMDes Raib --

BACA JUGA:Sebagian Masyarakat Lampura Mengaku Belum Tercoklit Petugas KPU

Sebab apa? Karena dari awal sudah menyalahi aturan. Bagaimana uang desa untuk usaha malah dipinjamkan kepada oknum mantan kepala desa.

Terpisah, Dewan Perwakilan Daerah (DPD)  Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Kabupaten Lampura, juga mendorong Aparat Penegak Hukum (APH) menindak lanjuti raibnya anggaran BumDes diduga dipinjam pakai kepada mantan kepala desa. 

"Kami mendorong Insfektorat untuk mengkoreksi, serta melakukan evaluasi terhadap persoalan raibnya anggaran BUMDes hingga saat ini tak melakukan usahanya lagi (Bangkrut,Red). Demikian juga dengan aparat penegak hukum, agar dapat menindak lanjuti laporan dari desa (pelaksana, red)," ujar Humas DPD GMPK Lampura, Adi Rasyid.

Pihaknya menyayangkan kejadian itu, dan berharap segala fungsi dari pengawas (APIP/APH) dapat dijalankan sesuai peraturan dan perundang - undangan yang ada, di negara Republik Indonesia ini," kata dia, seraya mengatakan Insfektorat Lampura juga, jangan menangani persoalan itu terkesan jalan di tempat (mandek, Red).

BACA JUGA:Kepergok Mencuri Ayam, Pria Ini Tewas di Amuk Massa

Sebelumnya, raibnya anggaran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kalibalangan, Kecamatan Abung Selatan, Kabupaten Lampura diduga dipinjamkan kepada kepala desa terdahulu. 

Hal itu, diketahui saat awak media mengkonfirmasi kepada pihak inspektorat Kabupaten Lampura, Selasa, 21 Maret 2023, bahwasanya telah terjadi peminjam pakai uang BUMDes sebanyak dua kali (tahap).

"Itu kami ketahui saat memediasi antara pelaksana dengan mantan kepala desa Oktober 2022 lalu, yang meminjam uang dikelola BUMDes. Namun hingga tenggat waktu yang ditentukan belum juga dibayarkan," ujar Irban IV Inspektorat, Rido Tiansa diruangannya petang.

Pihaknya belum dapat merekomendasi persoalan itu, kepada institusi lain atau hal berkenaan dengan hukum lainnya. Sebab, dia mengklaim mekanisme tertinggi berlaku di BUMDes itu harus melalui musyawarah desa (musdes). Sehingga apabila harus dilakukan tindakan (hukum), mesti melalui proses tersebut.

BACA JUGA:Waduh, Pengelolaan BUMDes Lampura Dinilai Tak Jelas, Modal Rp 120 juta Sisa Rp 700 ribu

"Jadi harus melalui permusyawaratan desa (musdes), apakah ini ditingkat ke ranah hukum atau tidak. Bila mau ditingkatkan maka harus dilaporkan, kan bukti - bukti sudah ada. Surat - menyurat tanda peminjaman serta batas waktu pengembalian antara pengelola dan pihak desa," terangnya.

Sebab, menurutnya kepala desa memilik kewenangan sebagai komisaris, dalam struktur organisasi BUMDes. Dan hukum tertingginya ialah musdes, sehingga apapun tindak - tanduk harus melalui mekanisme tersebut.

"Kejadian itu berawal saat pelaksana mencoba menagih, dan kami (inspektorat) coba memediasi. namun, hingga kini tak ada kejelasan," tegasnya.

"Itu yang jadi keprihatinan kami, saat ini tinggal bagaimana pelaksana bersama unsur terkait dalam BUMDes tersebut menyelesaikannya. Agar tidak menjadi polemik ditengah - tengah masyarakat," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: