Terus Merugi, Petani Singkong di Lampung Kini Sudah Putus Asa

Terus Merugi, Petani Singkong di Lampung Kini Sudah Putus Asa

--

Bahkan ada yang menetapkan standar rafaksi hingga di atas 40 persen. 

Masalahnya adalah pabrik membatasi pembelian per harinya dengan berbagai alasan, mulai 150-250 ton per hari. 

BACA JUGA:Tertinggi Dibanding Daerah Lain, Gubernur Lampung Naikkan Harga Singkong Rp 250 Per Kg

BACA JUGA:Demo Harga Singkong di Lampung Sempat Memanas, Peserta Aksi dan Gubernur Temui Kata Sepakat

Di antaranya ketidakmampuan gudang penampung dan terbatasnya produksi tepung. 

Sehingga, terjadi banyak antrean truk di pabrik-pabrik.

Dan petani mesti menunggu hingga 2 hari sampai singkongnya dibeli pabrik. 

Jika kondisi menunggu ini terjadi, maka petani singkong mengalami dua kerugian. 

BACA JUGA:Perjuangan RMD Buahkan Hasil, Singkong Masuk Komoditi Penerima Pupuk Subsidi

BACA JUGA:Mentan Panggil Perusahaan Hingga Petani untuk Bahas Harga Singkong di Lampung, PPUKI Tak Diundang?

Pertama meningkatnya biaya jasa sopir angkutan. Kedua, terjadinya penyusutan berat dan kualitas singkong. 

Keadaan itu tentu saja tidak menguntungkan bagi petani. Sehingga petani lebih memilih menjual ke lapak-lapak yang ada. 

Menjual ke lapak-lapak tentu dengan harga yang jauh lebih murah. Bahkan hanya dihargai maksimal Rp1.050 dengan rafaksi rata rata hanya 33-35 persen. 

Ironisnya berdasarkan hasil investigasi Radar Lampung Grup, pelapak itu juga bekerjasama dengan pabrikan. 

BACA JUGA:Ironi, Mayoritas Singkong Milik Petani Kecil Menumpuk Menunggu Pembeli

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: