Keterangan Presiden Jokowi Hadir Pada Sidang Proporsional Tertutup

Keterangan Presiden Jokowi Hadir Pada Sidang Proporsional Tertutup

MK menggelar sidang perdana uji materi UU nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu pada Selasa 17 Januari 2023 -FOTO DOK HUMAS MKRI -

Hal itu terbukti dengan berkumpulnya elite parpol parpol di Hotel Dharmawasngsa, Minggu 8 januari 2022. 

Elite parpol yang hadir adalah Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Presiden PKS Ahmad Syaikhu, Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), serta Ketum PAN Zulkifli Hasan (Zulhas).

BACA JUGA:KPU Ajukan Model Penataan Dapil jika Jumlah Kursi Turun di DPRD Lampung

Kemudian untuk Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh yang tidak hadir diwakili oleh Sekjen Johnny G Plate dan Waketum Nasdem Ahmad Ali.

Begitu juga dengan Plt Ketum PPP Muhammad Mardiono tidak hadir diwakili oleh Waketum Amir Uskara.

Sementara, Partai Gerindra tidak mengirimkan delegasi. Namun, tetap sependapat dengan sistem proporsional terbuka dalam Pemilu 2024. 

Dalam kesempatan Itu, Ketum Partai Glolkar Airlangga Hartarto menjelaskan, delapan parpol bersatu untuk kedaulatan rakyat.

BACA JUGA:Kakak-Adik Mantan Pejabat Kompak Komitmen Besarkan Partai NasDem Pesawaran

Di mana, pertemuan itu akan dilanjutkan secara berkala untuk mengawal sikap di masing-masing parpol. 

Ada lima poin kesepakatan hasil peertemuan itu. Pertama, menolak sistem proporsional tertutup dan memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah dijalankan sejak era reformasi.

"Sistem pemilu proporsional tertutup merupakan kemunduran bagi demokrasi kita. Di lain pihak sistem pemilu proporsional terbuka merupakan perwujudan dari demokrasi yang berasaskan kedaulatan rakyat," ujar Airlangga Hartarto.

BACA JUGA:Kader Hengkang ke Gerindra, Demokrat Angkat Bicara

"Di mana rakyat dapat menentukan calon anggota legislatif yang dicalonkan oleh partai politik. Kami tidak ingin demokrasi mundur,” tambah Airlangga Hartarto.

Selanjutnya, 8 parpol sepakat bahwa sistem pemilu dengan proporsional terbuka merupakan pilihan yang tepat dan telah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada tanggal 23 Desember 2008.

“Sistem ini sudah dijalankan dalam tiga kali pemilu dan gugatan terhadap yurisprudensi akan menjadi preseden yang buruk bagi hukum Indonesia dan tidak sejalan dengan asas nebis in idem,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: