PPDB di SMAN 1 Kotabumi Dinilai Tak Sesuai Juklak - Juknis, Ini Alasannya
Ilustrasi PPDB.--
"Jadi ini bukan akhir, dan persoalan ini bukan hanya terjadi disini tapi hampir di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Habis pengumuman kan ada masa sanggah, nah disitulah nanti berkas akan kembali diteliti," tegasnya.
Sementara itu, informasi dihimpun dilapangan berbagai cara dilakukan oleh para orang tua untuk memasukkan anaknya sesuai dengan keinginan sang buah hati. Khususnya sekolah - sekolah favorit disana, bahkan tak sedikit yang menyiapkan perbekalan.
BACA JUGA:Kasatreskrim dan Kapolsek di Polres Utara Dimutasi, Ini Daftar lengkapnya
Dengan adanya sistem zonasi, yang terjadi belakangan mereka (orang tua) berlomba - lomba mencari sanak family atau kerabat dekat yang dapat menitipkan anaknya dengan alamat tak berjauhan sekolah yang dituju.
"Kenapa jauh - jauh hari mereka (oknum wali) itu memindahkan alamat anaknya ke sekolah - sekolah terdekat. Khususnya berlabel atau favorit, mereka berharap dapat diterima di sana," ujar salah seorang warga Kotabumi, Ari Santosa.
Dengan demikian, terpola bahwasanya anak dengan alamat terdekat dapar bersekolah di tempat - tempat yang menjadi tujuan.
"Dan bukan rahasia umum, itu dilakukan secara masif dan terstruktur. Serta terpola dipikiran para orang tua, sehingga mereka seperti berlomba - lomba memindahkan alamat anaknya," ujarnya.
BACA JUGA:427 Ekor Sapi di Lampung Utara Terjangkit LSD, Ini Penyebabnya
Dilain sisi Pdpm Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Kabupaten Lampura, Zuheri mengungkapkan bahwasanya fenomena tersebut (zonasi) itu menimbulkan persoalan baru pada pelaksanaan PPDB dari tahun ke tahun.
Sebab, berawal dari pemerataan pendidikan yang digaungkan pemerintah (zonasi) namun dilapangan menimbulkan persoalan atau fenomena baru. Yaitu maraknya praktik Kolusi dan Nepotisme, yaitu pemalsuan dokumen.
"Jadi, yang terjadi dilapangan saat ini adanya siswa yang tinggal ditempat yang sama (jarak). Pertanyaannya, masak iya dalam satu keluarga ada anggota sampai kembar itu lima orang. Kan masuk akal namanya, apalagi kalau bukan namanya pemalsuan data penduduk namanya itu," terangnya.
Dan itu, lanjutnya, terjadi karena para orang tua telah dari jauh - jauh hari menitipkan anaknya kepada kerabat bahkan orang lain (mutasi).
"Sehingga dipandang telah jauh dari nilai - nilai diharapkan pemerintah. Oleh karenanya berharap kepada seluruh stakeholder dapat menjadi perhatian serius," tambah salah seorang pemerhati Pendidikan Lampura, Abeng.
BACA JUGA:Balai Karantina Pertanian kelas I Bandar Lampung berbagai Tips Penanganan Rabies pada hewan
"Bukan hanya sekolah dan dunia pendidikan secara khusus, melainkan juga stake holder lain lintas atau lintas OPD. Seperti dari Disdukcapil misalnya, sehingga meminimalisir kejadian dalam satu kk itu ada lima bahkan 6 orang anak berjarak sama," terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: